Skip to main content
Homili Katolik

Homili Katolik

By Aquinas Center

Available on
Google Podcasts Logo
Overcast Logo
Pocket Casts Logo
RadioPublic Logo
Spotify Logo
Currently playing episode

Maria Ibu Sejati

Homili KatolikAug 19, 2020

00:00
21:46
Maria Ibu Sejati

Maria Ibu Sejati

(16 Agustus 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Lukas 1 : 39 - 56

(Hari Raya Maria Diangkat Ke Surga)]

Hari ini kita merayakan Maria Diangkat Ke Surga, tentunya ini merupakan sebuah dogma Gereja. Dalam Gereja Katolik ada empat dogma Gereja, yaitu Maria sebagai Bunda Allah, Maria sebagai Perawan, Maria dikandung tanpa noda, dan Maria diangkat ke surga. Lalu, apa makna Maria diangkat ke surga yang kita rayakan hari ini? Perayaan ini mengingatkan kita akan kemenangan atas kasih dan kemenangan atas maut, karena Bunda Maria menjalankan misi dalam hidupnya dengan baik, sebagai seorang ibu Bunda Maria memberikan kasihnya kepada anaknya, yaitu Yesus. Yesus pun sebaliknya memberikan kasih kepada Maria. Artinya ini merupakan sebuah perayaan persatuan antara ibu dan anak, antara Maria dan Yesus. Melalui kasih Yesus tidak ada yang dapat memisahkan persatuan anak dengan ibunya, baik pula dengan saudara-saudaranya. Kasih ini terjadi saat kita menjalankan misi dalam hidup kita, apa yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Kadang kala, ketika menjalankan misi yang Tuhan berikan terasa berat dan sulit untuk dijalani, seperti salib. Akan tretapi jika kita mampu menjalankan misi salib ini dengan sebaik mungkin, maka kita akan mendapatkan kunci kerajaan surga. Seperti Bunda Maria yang menjalankan misinya dengan sebaik mungkin untuk menjadi ibu Yesus, maka ia mendapatkan rahmat untuk diangkat ke surga. Panggilan untuk menjadi orang tua, terutama menjadi ibu tidaklah mudah memiliki peranan yang penting seperti Bunda Maria. Bunda Maria mau menerima anaknya untuk menderita mati disalib demi menjalankan misi yang diberikan oleh Allah dalam hidupnya. Ini bukan suatu hal yang mudah, lalu apa yang perlu dilakukan untuk bisa mengatasi situasi ini. Seperti Maria ia mengunjungi Elisabet dan memuliakan nama Tuhan. Ketika merasakan penderitaan atas misi dari Tuhan, kita harus dapat memuliakan nama Tuhan dengan percaya bahwa Tuhan akan selalu menyertai hidup kita. Disinilah akan muncul sebuah pengharapan akan kekuatan Allah yang maha besar.

Aug 19, 202021:46
Katekese Katolik : Mengapa Maria Lebih Istimewa?

Katekese Katolik : Mengapa Maria Lebih Istimewa?

Dalam katekese katolik kali ini kita akan bersama-sama membahas bebearapa pertanyaan tentang peran Bunda Maria di dalam sejarah keselamatan. Kenapa Bunda Maria lebih dihormati dari santo-santa yang lain? Apakah ini sesuatu yang memiliki fondasi biblis?

Aug 17, 202010:07
Lihat Maria, Lihat Yesus

Lihat Maria, Lihat Yesus

(16 Agustus 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Lukas 1 : 39 - 56

( Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga)]

Seringkali, kita umat Katolik, dituduh terlalu menekankan Maria dalam iman, liturgi, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Keberatan yang biasa kita dengar adalah: “Mengapa harus lewat Maria jika saya dapat langsung kepada Yesus? Mengapa harus ada Maria di antara saya dan Yesus?” Jenis-jenis keberatan ini berasal dari asumsi dasar bahwa keselamatan adalah hanya tentang saya dan Yesus. Kita hanya membutuhkan Yesus, dan sisanya adalah penghalang bagi Yesus. Kita tidak membutuhkan Gereja, orang-orang kudus, dan khususnya Maria. Meskipun kita mungkin diselamatkan dengan iman semacam ini, tetapi iman semacam ini adalah sempit, individualistis bahkan angkuh. Di dalam Alkitab, Tuhan meletakkan dasar untuk keselamatan kita yaitu melalui keluarga-Nya. Kata kunci dasarnya adalah perjanjian. Ini adalah kesepakatan yang agung untuk menyatukan dua pihak berbeda menjadi satu keluarga. Tuhan memanggil Adam, Nuh, Abraham, Musa dan Daud untuk menjadi bagian dari keluarga Tuhan dan keselamatan tersedia bagi bangsa Israel. Dan dalam kepenuhan waktu, Yesus, Putra Allah, membuat perjanjian baru dan kekal dengan Allah demi umat manusia dan seluruh ciptaan. Kita diselamatkan melalui keluarga Yesus, kerajaan Allah. Jika kita menyebut Tuhan sebagai Bapa kita, kita adalah saudara dan saudari dalam keluarga Tuhan. Jika kita adalah saudara dan saudari, kita memiliki tanggung jawab untuk keselamatan satu sama lain. Di sini kita melihat peran penting Gereja sebagai keluarga Allah, bahkan mereka yang telah mendahului kita, yakni para kudus. Para santo-santa tak henti-hentinya mengasihi dan berdoa bagi kita karena mereka adalah saudara kita yang penuh tanggung jawab di surga, dan ingin kita bergabung dengan mereka. Kehadiran mereka sama sekali tidak menghalangi pandangan kita kepada Yesus karena justru semakin kita melihat mereka, semakin kita melihat kesempurnaan Tuhan.Bunda Maria adalah contoh paling kongkret dari manusia yang disempurnakan oleh rahmat Tuhan. Semakin kita melihat Maria, semakin kita dekat dengan Tuhan dalam kekaguman dan pujian. Jika Tuhan dapat melakukan hal-hal besar kepada Maria, Dia akan melakukan hal yang sama kepada kita. Jika Tuhan dapat membawa Maria ke surga, Dia akan membawa kita juga ke surga. Dan sebagai saudari yang hebat dalam iman, dia bahkan memiliki tanggung jawab yang paling besar untuk membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Dia berdoa untuk kita dengan sangat semangat, bahkan dia berdoa lebih semangat lagi untuk orang-orang yang membencinya. St. Lukas menceritakan bagaimana Maria, sebagai tabut perjanjian baru, membawa Yesus di dalam rahimnya kepada Elisabet dan Yohanes Pembaptis. Kita perhatikan juga Elizabeth tidak memisahkan keduanya. Ketika dia melihat Maria, dia mengenali Tuhan, dan ketika dia menyadari kehadiran Tuhan, dia mengakui pembawa suci, Maria. Melalui Yesus yang hadir melalui Maria, Elizabet dan Yohanes menemukan sukacita sejati.

Aug 17, 202016:08
Tuhan Tolonglah Aku

Tuhan Tolonglah Aku

(09 Agustus 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Matius 14 : 22 - 33

(Hari Minggu Biasa ke-19)]

Ketik Petrus dan murid-murid lainnya melihat Yesus berjalan di atas air, mereka ketakutan dan berpikir bahwa yang datang itu hantu. Kemudian, Yesus memperkenalkan diri dan pada saat itu juga petrus mengenali Yesus. Tentunya, para murid sedah mengetahui Yesus sejak lama, baik melalui pengajaran dan mukjizat-Nya karena Yesus merupakan orang yang luar biasa.  Pada saat itu, Yesus memperkenalkan diri-Nya melalui kuasa-Nya yang mampu berjalan di atas air. Ini merupakan suatu yang luar biasa, bukan hanya untuk memperkenalkan kuas-Nya tetapi juga meperkenalkan bahwa Ia sungguh manusia dan Allah. Disitulah Petrus langsung mengenali Yesus dan ia langsung ingin mendatangi Yesus. Lalu, Petrus berjalan di atas air untuk mendatangi Yesus atas kuasa Yesus yang diberikan. Ini merupakan suatu hubungan yang penuh dengan sukacita, saat Petrus berjalan di atas air karena Yesus mengizinkan Petrus untuk mendekati Yesus dengan berjalan di atas air. Akan tetapi, ketika berjalan Petrus terjatuh karena fokusnya teralihkan akibat adanya angin kencang, lalu Petrus tenggelam. Dalam hubungan kita dengan Yesus kerap kali seperti Petrus. Ketika kita mulai kenal dengan Yesus, diri kita dipenuhi semangat dan sukacita. Ketika kita memulai tugas perutusan dari Tuhan, dipercaya dengan tugas dan tanggungjawab yang besar, merasakan kebahagiaan. Akan tetapi, berapa lama kita mampu untuk bertahan? Tetunya, ini akan berhubungan dengan rasa takut, kegagalan, penderitaan, kegelapab, dan lain sebagainya, apakah kita mampu untuk melaluinya atau tenggelam seperti Petrus? Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi semuanya itu, teritama dalam masa-masa sulit sekarang ini? Kita harus mencontoh apa yang Petrus lakukan dengan memanggil nama Yesus dan memohon bantuan Yesus “Tuhan tolonglah, Aku”. Saat berbagai kesulitan datang dalam hidup, jangan lupa kita perlu berdoa. Doa inilah yang akan menyelamatkan kita dari masa-masa sulit yang dialami. Ini akan membawa keselamatan, pelan-pelan doa ini akan mengubah pikiran kita menjadi jernih untuk melihat situasi apa adanya. Bahkan yang paling penting belajar melihat situasi dari mata Allah, percaya bahwa Allah akan selalu menyertai. Hal ini sama dengan apa yang dialami Petrus ketika ia meminta tolong kepada Yesus, ia ingat kembali siapa Yesus bahwa Yesus selalu menolong atas apa yang mereka alami. Doa akan membawa kita fokus kepada Tuhan, dan perlu diingat bahwa Tuhan akan selalu menyertai kita selalu. Maka, pelan-pelan iman kita akan semakin tumbuh untuk selalu percaya kepada Yesus.

Aug 11, 202020:41
Katekese Katolik : 5 Fakta Biblis Menarik Saat Yesus Menampakkan Kemulian-Nya Di Gunung

Katekese Katolik : 5 Fakta Biblis Menarik Saat Yesus Menampakkan Kemulian-Nya Di Gunung

Pada tanggal 6 Agustus kemarin, Gereja Katolik merayakan pesta Yesus menampakkan kemulian-Nya atau yang dikenal sebagai the Feast of Transfiguration di dalam bahasa Inggris. Ada 5 fakta menarik yang terjadi pada saat itu dan di katekese singkat ini, Romo Bayu, OP akan memberikan sedikit penjelasan mengenai fakta tersebut.

Aug 11, 202008:16
Fokus pada Yesus

Fokus pada Yesus

(09 Agustus 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Matius 14 : 22 - 33

(Hari Minggu Biasa ke-19)]

Kisah Yesus berjalan di atas air adalah kisah terkenal yang ditulis oleh tiga Injil: Matius 14: 22-33, Markus 6: 45–52 dan Yohanes 6: 15–21. Namun, yang unik dari Matius adalah bagian dari Petrus yang juga berjalan di atas air, namun tenggelam setelah beberapa langkah. Kehadiran Yesus yang tiba-tiba dan tidak biasa mengejutkan para murid yang masih berjuang melawan angin kencang. Reaksi alami para murid adalah ketakutan. Para murid takut bukan karena badai laut, tetapi karena kehadiran Yesus, padahal mereka merupakan seorang nelayan yang berpengalaman. Namun, melihat seseorang berjalan di atas air belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, Yesus mengambil inisiatif untuk menenangkan badai di dalam hati mereka dan meyakinkan mereka bahwa dialah Yesus yang mengendalikan kekuatan alam. Petrus, pemimpin yang berani namun juga impulsif, ingin membuktikan apa yang dilihat dan didengarnya. Dia kemudian menantang Yesus dan dirinya sendiri dengan berkata, “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.”  Yesus mengundang dia untuk datang. Mujizat terjadi. Simon Petrus bisa berjalan di atas air! Namun, sifat kemanusiaannya yang lemah sekali lagi muncul. Setelah beberapa langkah mujizat, dia terganggu oleh angin, kehilangan fokusnya pada Yesus, dan dia mulai tenggelam. Yesus harus menyelamatkannya dan berkata kepadanya, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” Kita memperhatikan bahwa Yesus tidak berkata, “Kamu, yang tidak memiliki iman!” melainkan, “kurang percaya!” Ini menunjukkan bahwa Petrus sebenarnya memiliki iman, dibuktikan dengan beberapa langkah mukjizatnya, tetapi iman itu masih kecil, mudah terganggu, dan sarat keraguan. Banyak dari kita dapat dengan mudah melihat diri kita seperti Simon Petrus. Kita percaya kepada Yesus namun, kita sadar juga bahwa iman kita masih kecil. Kita mungkin pergi ke Gereja setiap hari Minggu atau berdoa dari waktu ke waktu, percaya bahwa Yesus, Tuhan dan Juru selamat kita, dan menerima ajaran Gereja, tetapi iman kita hannyalah bagian kecil dari hidup kita, yang dapat dikesampingkan ketika hal-hal yang lebih besar seperti pekerjaan, karier, relasi, dan lainnya mulai memenuhi hati kita. Kita memberikan kepada Tuhan sisa-sisa kita, baik waktu maupun usaha kita. Bahkan dalam doa dan ibadah kita, kita mudah terganggu. Daripada memfokuskan diri kita pada Yesus, kita memberikan perhatian kita pada ponsel kita dan semua kegembiraan yang mereka tawarkan. Kemudian, saat kita menghadapi badai kehidupan, kita mulai tenggelam, dan saat itulah, kita berseru, seperti Petrus, “Tuhan, selamatkan aku!” Kita dipanggil untuk mengarahkan pandangan kita pada-Nya dan untuk belajar memiliki mata iman yang sejati. Ini adalah mata untuk melihat Ekaristi bukan hanya sebagai roti dan anggur, bukan sebagai pengulangan yang monoton, tetapi sebagai kehadiran nyata Yesus yang telah mengorbankan hidup-Nya bagi kita. Ini adalah iman yang memberdayakan kita untuk melihat kehadiran Yesus dalam kegiatan sehari-hari dan biasa kita. Jika ini sungguh menjadi iman kita, badai yang paling dahsyat sekalipun tidak dapat menenggelamkan kita karena kita memusatkan perhatian pada Yesus.

Aug 10, 202019:13
Mukjizat

Mukjizat

(02 Agustus 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Matius 14 : 13 - 21

(Hari Minggu Biasa ke-18)]

Yesus dalam injil hari ini melakukan mukjizat kemurahan hati, pelipat gandaan lima roti dan dua ikan, dan mukjizat rohani. Pertama, mengapa terjadi mukjizat kemurahan hati terjadi? Hal ini dikarenakan Yesus menggerakan para murid untuk berbagi kepada orang banyak dengan apa yang mereka miliki. Walaupun sedikit yang yang mereka punya, tidak ada yang sangat miskin yang tidak dapat memberikan sesuatu kepada orang lain. Semua orang pasti memiliki sesuatu untuk dibagikan. Inilah yang menjadi pendorong atau inspirasi bagi orang-orang untuk bermurah hati kepada sesama. Disini Yesus mau menunjukan bahwa Allah peduli. Terkadang kita sebagai manusia tidak bisa peduli, ketika ada seseorang yang kelaparan, tetapi Allah tidak. Dia pasti akan melakukan sesuatu, terlebih dari pada itu ketika Allah berkarya jauh lebih baik. Inilah mengapa mukjizat adalah karya Allah secara langsung dalam hidup manusia, diluar yang biasa. Mukjizat ini hanya bisa dilakukan oleh Allah yang mengatur manusia di dunia. Cara Allah mengaturnya adalah dengan memberikan kemampuan kepada setiap makhluk untuk melakukan sesuatu atau berkarya, terutama manusia. Setiap mahkluk ciptaan Allah semuanya memiliki peran dan dimampukan dalam berperan untuk mengatur dunia. Namun, ketika Tuhan bertindak atau berkarya untuk melakukan mukjizat, itu lebih jauh dari apa yang manusia pikirkan. Gereja pun percaya sampai sekarang bahwa mukjizat itu nyata. Kemudian, kita lihat terjadi pula mukjizat pelipat gandaan lima roti dan dua ikan. Jika kita ingin membuat roti diperlukan adonan, waktu, dan di oven, tentunya terjadi sebuah proses yang cukup panjang dan tidak mudah, ini yang bisa dilakukan manusia. Lalu, manusia pun dimampukan untuk berbagi, ketika seseorang mengalami krisis atau membutuhkan bantuan, manusia bisa membantu orang tersebut. Kemudian, yang tidak bisa manusia lakukan adalah melipat gandakan lima roti dan dua ikan. Itulah mukjizat yang hanya bisa dilakukan oleh Allah dan manusia tidak bisa melakukannya. Melalui mukjizat ini, Allah menyatakan bahwa Aku peduli dengan hidup kamu, karena bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin. Oleh karena itu, dalam situasi sulit apapun kita harus tetap percaya kepada Allah, jangan sampai kita kehilangan pengharapan. Poin yang terakhir, ketika Tuhan berkarya segala apapun bisa terjadi kepada manusia. Keselamatan menjadi suatu hal yang utama ketika Tuhan berkarya dalam hidup kita. Tidak heran, jika mukjizat rohani merupakan suatu hal yang terpenting. Saat Yesus melipat gandakan lima roti dan dua ikan, kita dibawa kedalam peristiwa ekaristi. Karena Ia mengambil roti, mengucap syukur, dan membagi-bagikannya. Jadi, jika kita mengalami mukjizat dari Tuhan, jangan pernah diabaikan mukjizat itu sehingga kita dapat terus memperbaharui hidup kita.

Aug 05, 202026:15
Katekese Katolik : Santo Dominikus de Guzman

Katekese Katolik : Santo Dominikus de Guzman

Sebentar lagi, Gereja Katolik akan merayakan pesta Santo Dominikus de Guzman, pendiri Ordo Pewarta. Siapa sebenarnya Santo Dominikus dan terobosan apa yang dia lakukan untuk Ordo Pewarta ini? Dalam katekese spesial kali ini, Romo Bayu, OP akan menjawab pertanyaan tersebut.

Aug 03, 202014:30
Rekan Kerja Yesus

Rekan Kerja Yesus

(02 Agustus 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno,OP

[Bacaan Injil : Matius 14 : 13 - 21

(Hari Minggu Biasa ke-18)]

Mukjizat penggandaan roti adalah salah satu kisah yang muncul dalam keempat Injil. Ini mungkin karena kebenaran mukjizat itu sendiri yang mengesankan dan membekas di hati para rasul. Meskipun alur ceritanya sama, setiap Penginjil telah memberikan penekanan yang berbeda, terutama pada injil Matius yang hari ini kita dengar. Salah satu penekanan ini adalah peran khusus para murid. Tentu saja, tanpa Yesus tidak akan ada mukjizat sama sekali, tetapi Yesus memastikan bahwa murid-murid-Nya juga akan berpartisipasi dalam pekerjaan ajaib-Nya, tetapi yang luar biasa adalah para murid menanggapi dengan baik ajakan Yesus. Pertama, inisiatif datang dari para murid. Mereka mengusulkan solusi praktis untuk situasi ini: mengirim mereka pergi untuk mencari makanan. Bagi Yesus, inisiatif itu patut dipuji, tetapi Dia tidak puas dengan solusinya. Karena itu, Dia berkata kepada mereka, “Kamu memberi mereka makan sendiri.” Namun, bukannya menolak permintaan Yesus, mereka malah melakukan sesuatu yang luar biasa. Mereka menawarkan kepada Yesus apa yang mereka miliki. Dari sini, kita sudah dapat mendeteksi bahwa para murid telah berubah. Mereka telah mengikuti Guru mereka selama beberapa waktu dan tumbuh seperti Yesus. Mereka memiliki iman bahwa Yesus dapat melakukan hal yang mustahil, dan mereka menjadi lebih berbelas kasih seperti Yesus saat melihat orang yang menderita. Tidak mengherankan bahwa setelah Yesus memberkati dan memecahkan roti, Dia memilih untuk memberikannya kepada para murid. Dia percaya sekarang bahwa para murid akan menjalankan misi-Nya untuk peduli dan mengasihi orang-orang. Mukjizat ini adalah langkah pertama namun penting bagi Yesus dan murid-murid-Nya, untuk membewa Yesus dalalm Ekaristi.  Yesus pasti dapat melakukan mukjizat sendiri, dan sebagai Tuhan, Dia tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Namun, karena kodrat-Nya adalah kasih, Dia ingin agar orang-orang yang Dia kasihi menjadi kasih sama seperti Dia. Yesus mengundang para murid untuk berpartisipasi dalam mukjizat kasih-Nya, dan agar mereka dapat belajar untuk mengasihi lebih dalam. Ketika Yesus membagikan hidup-Nya kepada mereka, para murid sebagai rekan kerja misi-Nya, pada akhirnya akan membagikan diri mereka dan mengasihi sampai akhir. Itulah bagaimana Yesus membentuk kita sebagai murid-Nya. Dia mengundang kita untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan dan misi-Nya. Ini adalah misi untuk memberi makan, untuk peduli dan mengasihi umat-Nya. Inilah keindahan iman dan agama kita. Ini bukan iman yang pasif dan tidak berdaya, namun iman yang benar-benar hidup, dibagikan dan memperkaya, iman yang tumbuh menjadi harapan dan harapan disempurnakan menjadi kasih.

Aug 03, 202022:49
Bijak Seperti Salomo

Bijak Seperti Salomo

(26 Juli 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Matius 13 : 44 - 52

(Hari Minggu Biasa ke-17)]

Hidup dalam kebijaksanaan menjadi suatu hal yang penting dalam Kerajaan Allah. Jika kita lihat dalam bacaan pertama, menceritakan tentang Raja Salomo yang bijaksana. Bacaan ini mengatakan bahwa orang yang bijaksana ialah ketika seseorang mampu membedakan mana yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah. Ini salah satu kunci untuk bisa menjadi warga Kerajaan Allah, agar dapat membawa orang-orang ke jalan yang benar, seperti Raja Salomo. Jika ingin hidup dalam kebijaksanaan, kita harus memiliki tujuan hidup. Lalu, segala sesuatu keputusan yang diambil selama menjalani hidup harus bisa sesuai dengan tujuan tadi. Hal yang diperlu ditanyakan, apakah kita sudah mengetahui tujuan hidup kiti masing-masing? Orang yang memiliki tujuan hidup untuk selalu hidup dalam kebijaksanaan adalah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ini tentunya tergantung dari pola pikir dan akal budi kita, bagaimana cara seseorang berpikir. Diperlukan juga keterkaitan antara akal budi dengan hati, agar segala keputusan yang diambil merupakan keputusan yang bijaksana. Ini bukan suatu hal yang mudah diperlukan diperlukan latiahan setiap hari dalam mengambil keputusan, menilai mana yang benar dan mana yang salah. Lalu, kita lihat kembali apakah keputusan yang diambil sesuai dengan tujuan hidup? Jika hal ini dilakukan hari demi hari, maka kebijaksanaan dalam diri kita akan tumbuh dengan sendirinya sesuai dengan apa yang dikehendaki untuk memuliakan Allah. Tidak hanya disitu, kita pun harus dapat menghidupinya sehingga pada akhirnya kita dapat menjadi seperti Salomo. Memang, semuanya ini tidak mudah, tetapi kabar gembiranya Tuhan akan selalu menyertai dan membantu kita, agar segala keputusan yang diambil sesuai dengan kehendak-Nya. hingga pada suatu hari kita benar-benar menjadi warga Kerajaan Allah. 

Jul 28, 202015:10
Katekese Katolik : Kenapa Harus Salib?

Katekese Katolik : Kenapa Harus Salib?

Mengapa Yesus harus mati di salib? Apakah salib adalah satu-satunya cara untuk menebus dosa kita umat manusia? Jika Tuhan Maha Besar, mengapa Dia tidak hanya mengucapkan “engkau diampuni”? Mengapa Tuhan membiarkan Anak-Nya mati untuk kita? Pertanyaan-pertanyaan ini sering kita dengar dan dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP memberikan jawaban singkat tentang pertanyaan tersebut. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kisah penyaliban Yesus, silakan melihat katekese tentang kisah sengsara dan kematian Yesus. 

Jul 27, 202011:21
Harta Sejati

Harta Sejati

(26 Juli 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Matius 13 : 44 - 52

(Hari Minggu Biasa ke-17)]

Perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang indah adalah salah satu dari perumpamaan Yesus yang paling pendek namun memikat. Melalui dua perumpamaan ini, Yesus mengajar murid-murid-Nya bahwa kerajaan-Nya sangat berharga, dan untuk mencapainya, kita harus menyerahkan segalanya. Kita tidak bisa menipu atau mencurinya. Kita harus menerimanya dengan cara yang benar. Ajaran seperti ini sendiri bukanlah sesuatu yang baru dalam Injil Matius. Kembali pada bab 10, Yesus menyatakan bahwa mereka yang lebih mengasihi orang tua mereka daripada Yesus, tidak layak bagi Yesus. Semua atau tidak sama sekali bagi Yesus! Prinsip yang sama juga berlaku bagi kerajaan-Nya. Apakah mungkin untuk menyerahkan segalanya untuk Yesus dan Kerajaan-Nya? Jawabannya tergantung apakah kita menganggap Kerajaan sebagai sesuatu yang benar-benar berharga bagi kita. Pedagang itu, misalnya, bisa saja melihat bahwa Mutiara itu adalah mutiara yang indah, tetapi jika ia tidak melihatnya sebagai sangat berharga, ia tidak akan menjual segala yang ia miliki untuk membeli mutiara itu. Sekedar mengetahui itu berbeda dari menerimanya sebagai sesuatu yang berharga. Yang satu tetap ada di pikiran dan yang lain bergerak di dalam hati. Kita mungkin menyadari bahwa Yesus adalah Juruselamat dan Tuhan kita, tetapi apakah kita menghargai Dia dan menjadikan Dia sebagai prioritas utama kita? Kita mungkin sadar bahwa Gereja adalah Kerajaan Allah, tetapi apakah kita menganggapnya berharga? Apakah kita menyerahkan segalanya untuk Yesus dan tubuh-Nya, Gereja? Bagaimana kita membuat sesuatu yang berharga? Ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu, kita menghargainya. Ketika mereka berharga, kita menjadikannya seperti harta kita. Ketika itu adalah harta kita, di sanalah hati kita berada. Ketika mencintai sebuah pekerjaan, kita menghargainya dan menjadikannya sebagai prioritas kita. Ketika mencintai keluarga, kita menghargai mereka, dan kita mengerahkan waktu dan upaya untuk membuat mereka bahagia. Kita dibaptis sebagai seorang Katolik dan orang tua mengajar kita bahwa Yesus adalah Tuhan kita. Kita mungkin belajar di sekolah-sekolah Katolik dan pergi ke Gereja setiap Minggu. Tetapi, apakah kita mengasihi Yesus dan Gereja-Nya atau hal ini hanya sebatas pengetahuan di kepala? Apakah Yesus berharga dan berharga bagi kita sehingga kita rela menyerahkan segalanya untuk-Nya? Apakah kita menghargai Yesus dan menaruh hati kita di dalam Dia?

Jul 27, 202020:38
Seperti Biji Sesawi

Seperti Biji Sesawi

(19 Juli 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Matius 13 : 24 - 43

(Hari Minggu Biasa ke-16)]

Yesus dalam injil hari ini memberikan tiga perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Memang, dalam menggambarkan tentang Kerajaan Allah tidak mudah, karena hal ini tidak sama dengan kerajaan dunia. Salah satu perumpaan yang digunakan oleh Yesus adalah tentang biji sesawi. Benih sesawi ini merupakan benih yang paling kecil dari segala jenis tumbuhan lainnya. Hal yang perlu kita ketahui adalah Yesus sendiri yang membangun Kerajaan Allah. Mulai dari Yesus memanggil para murid hingga Dia memanggil kita semua untuk menjadi warga Kerajaan Allah. Yesus membangun Kerajaan Allah mulai dari yang kecil hingga sekarang menjadi besar, terutama Ia membangun kita semua untuk turut serta mengambil bagian dari Kerajaan Allah. Hal ini sama seperti biji sesawi, pertama benih ini kecil, lalu lama-kelamaan benih ini menjadi tumbuh besar. Benih tersebut merupakan kita, meskipun kita semua kecil tetapi sungguh berharga di mata Tuhan. mengapa demikian, karena biji sesawi membawa hidup yang penuh berkelimpahan akan kepenuhan janji Allah. Biji sesawi ini ketika ditanam harus dimasukan kedalam tanah dan biji sesawi tersebut merasakan kegelapan, meskipun demikian disana masih ada kehidupan. Dalam hidup, kita kerap kali merasakan kegelapan bahkan merasakan bahwa hidup tidak berarti, ditambah lagi ketika menghadapi situasi sulit dalam hidup kita. Meskipun berjuang sendiri dengan segala kelemahan yang kita miliki, tentunya tidak mudah. Oleh sebab itu, dalam hidup pula diperlukan kemampuan untuk melawan tantangan-tantangan dan hal-hal yang jahat, seperti dalam perumpamaan gandum dan ilalang. Dalam situasi sulit ini, banyak orang yang marasakan depresi dan tidak tahu arah hidupnya akan kemana. Ada satu hal yang penting perlu kita ingat adalah kemampuan untuk terus berharap. Seperti biji sesawi, ia dikubur dalam tanah yang gelap, tetapi Allah tidak pernah meninggalkan. Ketika kita terus berharap kepada Allah untuk terus memelihara hidup yang dijalani, maka akan ada pertumbuhan atau perkembangan. Mungkin sekarang kita semua depresi dan tidak tahu harus bagaimana, tetapi hal yang perlu dipercayai adalah Allah punya rencana untuk hidup kita. Maka, kita perlu menghidupi rencana Allah, bukan rencana kita sendiri. kesetian terhadap rencana Allah sangat diperlukan, seperti biji sesawi pada waktunya akan tumbuh besar bahkan seperti pohon, ia telah mencapai kepenuhannya. Memang, ada tumbuhan lain yang lebih besar bahkan kuat dari tumbihan sesawi, tetapi Yesus mengatakan ketika biji sesawi tumbuh menjadi besar burung-burung akan bersarang di daunnya. Ini menandakan bahwa kita tidak perlu membandingkan hidup kita dengan orang lain, melainkan kita harus terus hidup untuk memenuhi rencana Allah. Seperti biji sesawi yang hanya memberikan tempat istirahat untuk mahluk lain. inilah yang disebut pemenuhan akan rencana Allah ketika hidup kita berguna bagi orang-orang yang disekitar kita.


Jul 22, 202022:37
Gandum di antara Ilalang

Gandum di antara Ilalang

(19 Juli 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Matius 13 : 24 - 43

(Hari Minggu Biasa ke-16)]

Perumpamaan tentang gandum dan ilalang adalah sangat unik. Pertama, jika kita menjadi orang yang akan menghancurkan ladang gandum lawan, kita tahu bahwa ada beberapa cara lain yang lebih efektif untuk mencapainya. Kita cukup membakar beberapa gandum, dan seluruh ladang pada akhirnya akan berubah menjadi api raksasa. Tetapi, musuh ini memilih taktik yang tidak lazim: menabur benih ilalang selama masa tanam. Meskipun ilalang dapat mengganggu pertumbuhan gandum, mereka tidak akan cukup merusak dan menggagalkan panen. Jadi, apa tujuannya? Yang mengejutkan adalah keputusan pemilik ladang. Ketika dia diberitahu tentang keberadaan ilalang, dia segera tahu pelakunya, dan bukannya bertindak cepat untuk melindungi gandumnya, dia memutuskan untuk membiarkan ilalang tumbuh subur di antara gandumnya. Pemilik ladang adalah Allah Sendiri dan Dia mengizinkan anak-anak si jahat tumbuh di antara anak-anak Allah, baik di dunia maupun di Gereja. Tuhan sungguh mengizinkan hal itu! Dia mengizinkan anak-anak-Nya tidak akan memiliki perjalanan dan pertumbuhan yang mulus di dunia. Tuhan mengizinkan anak-anak-Nya diganggu dan bahkan dianiaya oleh si jahat. Tuhan mengizinkan anak-anak-Nya mengalami cobaan dan saat-saat sulit. Pertanyaannya adalah mengapa? Tuhan mengizinkan hal-hal buruk terjadi karena ini untuk kebaikan kita! Kebaikan macam apa ini? Dari sudut pandang manusiawi kita, mungkin ini tidak masuk akal, tetapi dari sudut pandang-Nya, segala sesuatunya terjadi dengan sangat indah bagaikan sebuah simfoni. Yesus mengundang kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa, dan surat kepada orang-orang Ibrani mengingatkan kita, “karena Tuhan mendisiplinkan orang yang dikasihi-Nya,  dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Pencobaan dan kesulitan adalah pedagogi Tuhan terhadap siapa yang Dia kasihi. Sebagai orang tua, kita tahu bahwa kepedulian dan disiplin harus berjalan bersamaan. Kita sangat menyadari bahwa disiplin sejati juga adalah cara mencintai. Jika ingin anak-anak kita berhasil dalam kehidupan mereka, kita perlu mengajar mereka untuk menunda kepuasan mereka. Kita membiarkan mereka mengalami rasa sakit dan kesulitan terlebih dahulu sebelum kita memberi mereka hadiah. Kita harus percaya bahwa hal ini juga sama dengan Bapa kita di surga. Dia mengasihi kita dengan mengizinkan kita menanggung rasa sakit di dunia ini sehingga agar dapat benar-benar menghargai karunia rohani.

Jul 20, 202019:41
Sang Penabur Sejati

Sang Penabur Sejati

(12 Juli 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Matius 13 : 1 - 9

(Hari Minggu Biasa ke-15)]

Dikatakan dalam injil hari ini adalah bahwa Sang Penabur adalah Kristus sendiri, Ia merupakan seorang penabur yang luar biasa. Tentunya, ketika ingin menabur kita harus bisa menyiapkan tanhannya dengan sabaik-baiknya, agar apa yang ditabur dapat tumbuh dengan baik. Akan tetapi, Yesus menaburkan benihnya diberbagai tanah, antara lain, yang berbatu, berduri, bersemak dan tanah yang bagus sekalipun. Ini menandakan bahwa Yesus adalah seorang yang murah hati. Sabda-Nya ditaburkan kepada semua orang agar dapat hidup disetiap orang. Sabda Allah dapat diterima manusia bukan semata-mata karena kecerdasan manusia, melainkan karena sabda itu turun dari Allah sendiri yang menjadi manusia untuk bisa membuka rahasia Kerajaan Allah. Jika sang penabur yaitu adalah Yesus dan tanahnya adalah manusia, lalu mengapa sabda itu tidak bisa tumbuh? Mengapa ada banyak orang meskipun sudah mendengarkan sabda Allah tidak dapat hidup berkelimpahan? Daam injil dikatakan bahwa tanah untuk menabur benih merupakan hal yang penting. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia memiliki peran untuk bisa menerima sabda Allah itu sendiri. Hal ini dikarenakan manusia merupakan mahluk yang beda dari ciptaan Allah lainnya, karena memiliki akal budi dan kehendak bebas. Diperlukan sebuah pengolahan dari manusia bagaimana untuk bisa menerima sabda Allah, yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita sama seperti tanah berduri atau berbatu yang tidak bisa ditanami oleh sang penabur. Kadangkala Yesus mengetuk hati kita untuk dapat menjawab panggilan-Nya, tetapi karena hati manusia yang keras dan tertutup, membuat sabda Allah sulit untuk dapat dicerna oleh hati kita. Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang jahat, tetapi karena kebiasaan manusia yang melakukan dosa secara berulang-ulang membuat hatinya sulit untuk menerima Allah. Kita perlu belajar untuk bisa terbuka terhadap sabda Tuhan, pertama-tama dengan membuka hati kepada Tuhan. Jangan sampai hati kita tertutup karena kesombongan, iri hati, dan rasa dengki yang dimiliki manusia. Diperlukan kemampuan untuk bisa menjauhi hal-hal yang sifatnya duniawi, diperlukan sebuah keputusan apakah ingin mengikuti sabda Tuhan atau ingin mengikuti keinginan diri sendiri? Kulaitas hidup kita tergantung dengan apa yang diambil dalam keputusan sehari-hari, semakin kita hidup dalam sabda Tuhan, maka kita akan semakin kuat. Tuhan menciptakan manusia untuk bisa menjadi partner-Nya dan kita merupakan tanah-Nya harus terus diolah agar sabda Tuhan dapat tumbuh dalam hati kita.

Jul 14, 202018:53
Yesus Sang Penabur

Yesus Sang Penabur

(12 Juli 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Matius 13 : 1 - 23

(Hari Minggu Biasa ke-15)]

Dalam Injil hari ini, kita mengamati reaksi para murid setelah Yesus berbicara perumpamaan-Nya yang pertama. Mereka bingung dan heran! Mengapa? Karena Yesus tiba-tiba mengubah metode pengajaran-Nya. Yesus membuat perubahan tak terduga yang membuat banyak orang dan termasuk murid-Nya tak paham dengan mengunakan perumpamaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Untuk dapat memahaminya, kita perlu melihat bahwa perumpamaan telah digunakan bahkan sebelum Yesus, secara khusus dalam Perjanjian Lama. Salah satu contoh klasik adalah perumpamaan dari nabi Natan yang ditujukan kepada raja Daud [Lihat 1 Raja 12]. Salah satu kekuatan perumpamaan adalah memiliki pesan tersembunyi yang tidak langsung untuk membuat orang berpikir lebih dalam tentang diri mereka sendiri. Perumpamaan tentang penabur mengungkapkan kondisi nyata dari pewartaan Yesus. Para penatua dan orang-orang Farisi seperti jalan setapak. Mereka mendengar khotbah Yesus, tetapi masih memilih untuk berada di bawah pengaruh kegelapan, dan berusaha untuk menghancurkan Yesus. Banyak orang seperti tanah berbatu karena mereka hanya mencari Yesus untuk memuaskan kebutuhan mereka. Yang lain seperti tanah yang dipenuhi duri karena mereka mengikuti Yesus untuk sementara waktu, tetapi ketika pencobaan datang, mereka meninggalkan Yesus. Terakhir, tanah subur adalah para murid. Perumpamaan tentang penabur mengungkapkan realitas zaman kita. Sebagian dari kita seperti jalan setapak, mungkin kita dibaptis Katolik, tetapi kita tidak pernah hidup seperti itu, dan masih hidup dalam dosa. Beberapa dari kita seperti tanah berbatu. Kita memperlakukan Yesus dan Gereja-Nya sebagai tempat hiburan, dan kita hanya mencari diri sendiri daripada Tuhan. Sebagian dari kita seperti tanah yang dipenuhi duri. Kita gembira menjadi orang Kristen, tetapi kita tidak masuk lebih dalam iman kita, dan ketika pencobaan atau keraguan melanda, kita dengan mudah meninggalkan Tuhan. Dan semoga, banyak dari kita seperti tanah subur. Kita melakukan yang terbaik untuk menerima Firman Tuhan dan memastikan bahwa itu akan tumbuh dan menghasilkan buah. Kabar baiknya adalah firman Tuhan sangat berdayaguna sehingga bahkan dapat berbuah adalah tanah yang berbatu-batu sekalipun. Rahmat sungguh cuma-cuma tetapi tidak murahan, dan kita perlu melakukan bagian kita. Adalah misi kita untuk mengubah tanah berbatu menjadi tanah yang subur bagi Tuhan.

Jul 13, 202021:17
Katekese Katolik : Patung - Berhala atau Tidak?

Katekese Katolik : Patung - Berhala atau Tidak?

Salah satu pertanyaan yang sering kita dengar adalah apakah berdoa di depan patung atau gambar orang-orang kudus adalah menyembah berhala? Di katekese singkat ini, Romo Bayu, OP menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan Biblis dan Katekismus Gereja Katolik.

Jul 13, 202009:50
Tugas dari Yesus

Tugas dari Yesus

(05 Juli 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Matius 11 : 25 -30

(Hari Minggu Biasa ke-14)]

Kuk merupakan salah satu benda yang terbuat dari kayu yang dipasangkan dipundak sapi atau kerbau untuk membajak sawah. Ketika kuk tersebut dipasangkan di pundak kerbau atau sapi, menandakan bahwa sapi tersebut siap menerima tugas untuk dipekerjakan. Dalam injil hari ini Yesus memerintahkan pikullah kuk yang Ku pasang, ini menandakan bahwa kita semua harus siap menerima tugas atau tanggung jawab yang Yesus berikan. Tanggung jawab yang diberikan harus diterima dengan rasa syukur karena Yesus mempercayakan kepada kita semua akan karya belas kasihan-Nya. Ketika Yesus mempercayakan tugas dan tanggung jawab kepada kita, ini menandakan bahwa keberadaan kita sungguh berarti di mata Tuhan yang patut untuk dihargai. Setiap orang tentunya memiliki tugas, tanggung jawab yang diberikan terkadang melelahkan dan dilihat sebagai beban yang berat, tetapi disinilah kita harus terus berusaha agar dapat mengerti makna sesungguhnya dari hidup yang dijalani. Hari ini Tuhan mengajarakan kita semua melalui Yesus, bagaimana kita dalam menjalankan tugas ini dengan rendah hari dan lembut seperti Yesus. Ini menandakan bahwa kita menerima tanggung jawab dengan apa adanya, karena terkadang kita menerima tugas dengan ego agar dapat dilihat hebat oleh orang lain. Melalui kerendahan hati kita akan sadar, meskipun kita kecil atau terbatas tetapi Tuhan akan selalu menyertai dan memampukan kita. Ini menandakan bahwa Tuhan berjalan bersama dan kita tidak akan pernah sendirian dalam menjalankan tugas, karena Tuhan akan selalu ada disamping kita. Yesus telah memberikan contoh dalam menjalankan tugas yaitu dengan lembut, ini artinya harus disertai dengan kasih dan penuh pengorbanan. Bukan masalah besar atau kecil tanggung jawab yang diterima, melainkan seberapa mampu kita mengerjakan tugas yang diberikan, meskipun tugasnya kecil jika dilakukan dengan sepenuh hati maka akan memberikan hidup bagi orang lain. Tidak ada orang yang terlalu kecil dimata Tuhan, semua orang akan berguna di mata Tuhan sejalan dengan sebagaimana mestinya ia menjalankan misi yang Tuhan berikan.

Jul 07, 202018:52
Kuk Yesus

Kuk Yesus

(05 Juli 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Matius 11 : 25 - 30

(Hari Minggu Biasa ke-14)]

Dari dua hari minggu sebelumnya, Yesus menunjukan apa yang harus kita serahkan untuk menjadi murid-Nya. Hal-hal yang harsu kota lepaskan demi Yesus sangatlah sulit. Kita harus mengikuti Yesus kemanapun dia pergi, mengasihi Yesus lebih dari orang tua kita, bahkan harus siap untuk menderita, menanggung kesulitan, memikul salib, dan menyerahkan hidup bagi Yesus. Maka pada akhirnya, pilihannya adalah Yesus atau tidak sama sekali. Namun, mengikuti Yesus tidak semua tentang kesulitan dan pengorbanan. Hari ini kita mendengarkan bahwa menjadi murid-Nya, kita menerima “hal-hal baik” yang hanya Yesus bisa berkan. Dalam injil hari ini, Yesus menunjukan sisi yang lain. Dia menunjukan diri-Nya sebagai orang yang lembut dan rendah hati, bahkan Dia berjanji untuk memberi kelegaan atau istirahat kepad amereka yang datang kepada-Nya. Ada stu hal menarik yang Yesus katakan bahwa untuk beristirahat, kita perlu memikul kuk Yesus. Kuk adalah alat yang diletakan diatas bahu untuk membawa beban. Bagi Yesus, istirahat bukanlah membuang kuk, melainkan harus memikul kuk, tanggung jawab, dan misi dalam hidup kita. Apakah dengan membawa kuk kita akan mendapatkan kelegaan? Yesus merupakan tukang kayu. Dia tahu bahwa kuk yang tidak pas dibahu hanya akan menambah beban dan membuat sakit. Namun, kuk yang dirancang sempurna akan terasa mudah dan nyaman diangkat. Ini adalah kuk Yesus yang bisa menjadi sebuah contoh bagi kita semua. Lalu, ada pula kuk ganda dan ini merupakan kuk yang ditawarkan Yesus untuk kita. hal ini dikarenakan kita tidak akan pernah sendirian untuk membawa kuk ini dan Yesus akan membawa kuk bersama kita. Ketika kita merasa lelah, disitulah Yesus megambil alih dan kita akan menemukan istirahat dan kelegaan. Dalam injil Matius Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memikul salib (Mat 10:38) dan kuk (Mat 11:29). Yesus nampaknya membuat hubungan antara keduanya yaitu kuk-Nya dan salib kita. Salib yang dipikul tidak seberat yang kita duga karena Yesus membawanya bersama kita. Kita harus menyadari bahwa Yesus pun akan selalu bersama kita untuk memikul salib kita. inilah yang terlihat jelas dalam injil hari ini. Itulah mengapa memanggul salib-Nya, kita menemukan istirahat dan penghiburan sejati.

Jul 06, 202016:14
Katekese Katolik : Doa-Doa Para Kudus (B)

Katekese Katolik : Doa-Doa Para Kudus (B)

Minggu lalu Romo Bayu, OP telah menjawab beberapa pertanyaan yang sering ada di dalam pikiran kita tentang doa kepada orang kudus. Tapi apa sebenarnya arti doa kepada para kudus? Apakah dengan berdoa kepada mereka, artinya kita juga menyembah mereka? Mengapa kita perlu berdoa kepada mereka? Sekali lagi, dalam katekese singkat ini, Romo Bayu, OP akan menjawab pertanyaan tersebut.

Jul 06, 202010:18
Lebih Mencintai Yesus

Lebih Mencintai Yesus

(28 Juni 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 21 : 15 - 19

(Hari Minggu Biasa ke-13)]

Jika Yesus meminta murid-murid-Nya untuk mengasihi Dia lebih dari orang lain, termasuk orang tuanya sudah seharusnya, karena perintah untuk mengasihi Allah adalah perintah yang tertinggi. Kita tahu sendiri bahwa Yesus adalah Allah, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk bisa mengasihi Dia lebih daripada mengasihi orang tua kita. Dalam hal ini kita harus mampu mengasihi pribadi yang dapat menghadirkan Yesus dalam hidup kita. Hubungan antara anak dengan orang tua yang mendalam akan menjadi salah satu bentuk kasih yang mendalam. Inilah ajaran Yesus yang mendasar untuk bisa mengasihi Yesus lebih dari segala sesuatu. Yesus meminta kita untuk bisa mengasihi Dia lebih daripada orangtua kita, bukan berarti ajaran Yesus salah. Melainkan, semakin kita mengasihi Yesus, maka kita akan memperoleh hidup dan tentunya akan menjadi sarana kita untuk bisa mengasihi sesama. Ini menandakan bahwa kita harus bisa memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk terus bisa mengasihi sesama. Tentunya ini bukan suatu hal yang mudah. Dalam inijil mengatakan bahwa ketika mau mengikuti Yesus harus memikul salib-Nya. Memikul salib Yesus tidaklah mudah, apakah kita mampu untuk memikul salib-Nya? Maka hal yang perlu dulakukan adalah hidup dalam kasih Yesus. Percayalah bahwa ketika kita mau berusaha untuk hidup dalam kasih-Nya, maka Yesus akan memampukan kita semua. Diperlukan latihan-latihan sederhana atau dalam hal-hal kecil untuk bisa mewujudkan kasih itu. Setiap kali kita melakukan kebaikan untuk mengasihi, kita telah menerima upah dari Yesus. Ketika hal ini dilakukan secara terus menerus, maka kita akan semakin bertumbuh dalam kasih Allah, sehingga pada akhirnya dapat mengasihi Allah lebih dari orang tua kita. Yesus mengajak kita semua untuk mencintai Dia lebih dalam, disinilah kita akan dimampukan untuk bisa mengasihi sesama, sehingga kita menjadi pribadi yang terbaik untuk mencintai Allah lebih dari segala sesuatu.

Jun 30, 202018:53
Yesus atau Tidak Sama Sekali

Yesus atau Tidak Sama Sekali

(28 Juni 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 21 : 15 - 19

(Hari Minggu Biasa ke-13)]

Menghargai orang tua merupakan salah satu nilai tertinggi bagi bangsa Yahudi. Hal yang luar biasa adalah bahwa mereka tidak menghormati orang tua mereka karena itu adalah sesuatu yang wajar untuk dilakukan, tetapi karena itu adalah perintah Ilahi. Kembali ke Sepuluh Perintah Allah, untuk menghormati ibu dan ayah kita sebenarnya adalah perintah keempat, tertinggi di antara perintah-perintah yang mengatur komunitas manusia. Bahkan kata Ibrani yang digunakan adalah “kabad”, yang dapat berarti “untuk menghormati” tetapi bisa juga berarti “memuliakan”. Karena itu, Tuhan memerintahkan baik orang Israel dan maupun umat Kristiani untuk tidak hanya menghormati tetapi juga untuk memuliakan orang tua kita. Namun, Injil hari ini mengatakan bahwa Yesus menuntut bahkan sesuatu yang tidak terpikirkan, bahwa jika kita mengasihi orang tua kita lebih daripada Yesus, kita tidak layak bagi-Nya. Petrus, Andreas, dan Yohanes serta murid-murid lainnya telah meninggalkan pekerjaan mereka yang stabil dan kenyamanan rumah mereka untuk mengikuti Yesus, tetapi Yesus bahkan menetapkan persyaratan yang lebih radikal. Untuk mengikuti-Nya tidak hanya secara fisik hadir bersama-Nya, tetapi para murid harus memberikan kasih total mereka kepada Yesus di atas semua orang. Siapakah Yesus ini sehingga Dia patut menerima kasih para pengikut-Nya lebih dari orang tua kita? Jawabannya tidak terlalu rumit. Yesus pantas mendapatkan semua cinta dan kesetiaan yang kita miliki hanya karena Dia adalah Allah. Dalam Kitab Ulangan [6:4-5], Musa menginstruksikan orang Israel cara untuk mengasihi dan menghormati Allah, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Hanya Allah yang layak menerima segalanya dari kita. Bagaimana Yesus tahu bahwa murid-murid-Nya mengasihi Dia lebih dari yang lain, dan bukan hanya sekedar kata-kata saja? Sebagai bukti kasih mereka, Yesus meminta mereka untuk menunjukkan ini: “Pikullah salibmu dan ikuti aku!” Pada zaman Yesus, salib adalah metode penyiksaan dan eksekusi yang paling mengerikan, dan dirancang untuk memperpanjang penderitaan. Intinya, Yesus memberi tahu para murid-Nya jika mereka benar-benar mencintai-Nya di atas segalanya, mereka harus siap untuk menanggung penderitaan yang berkepanjangan dan bahkan mati bagi-Nya. Ketika kita menghadapi Yesus, pilihannya adalah: semua untuk Yesus atau tidak sama sekali. Apakah itu berarti kita akan berhenti mencintai orang tua dan anak-anak kita? Apakah itu berarti kita tidak lagi melakukan pekerjaan baik untuk orang lain dan hanya berdoa selama yang kita bisa? Tentu saja tidak. Mengasihi Tuhan di atas hal-hal lain menempatkan kita dalam perspektif yang benar dan mengarahkan kita ke tujuan yang benar. Sekarang kita dapat mengasihi orang lain termasuk keluarga kita sebagai bentuk kasih kita  bagi Tuhan. Ini berarti bahwa ketika kita mencintai mereka, kita membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan. Sekarang kita dapat melakukan pekerjaan dan pelayanan kita untuk Tuhan, bukan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Ketika kita bekerja keras dan kita diberkati dengan kesuksesan, hal pertama yang kita ingat adalah untuk memuji Tuhan. Dan, jika kita menghadapi hambatan dalam hidup kita atau jika kita perlu menanggung penderitaan, kita tidak kehilangan harapan karena ini juga merupakan kesempatan untuk lebih mengasihi sesama dan Tuhan lebih dalam.

Jun 30, 202016:57
Katekese Katolik : Doa-Doa Para Kudus

Katekese Katolik : Doa-Doa Para Kudus

Sering kali kita bertanya mengapa kita berdoa kepada orang-orang kudus? Kenapa kita tidak langsung berdoa kepada Tuhan? Apakah ini tidak cukup? Jika kita berdoa kepada Santo-Santa, apakah artinya mereka menyaingi Tuhan? Apakah Santo-Santa ini seperti dewa-dewi kecil? Dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP akan menjawab semua pertanyaan di atas.

Jun 29, 202009:58
Tuhan Sang Pemelihara

Tuhan Sang Pemelihara

(21 Juni 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Matius 10 : 26 - 33

(Hari Minggu Biasa ke-12)]

Dalam hidup setiap orang mempunyai tugas atau misi sebagai pemenuhan akan hidupnya, tentu kita harus menjalankannya dengan setia. Injil hari ini mengatakan bahwa apa yang kamu dengar beritakanlah itu dari atas rumah. Ini memiliki arti bahwa kita harus bisa mewartakan apa yang telah Tuhan bisikan ke telingan kita. Ada berbagai macam cara orang untuk mewartakan sabda Tuhan, bisa melalui perkataan atau lewat kesaksian hidupnya, tentunya ini merupakan misi yang harus dijalankan oleh setiap orang. Ketika seseorang menjalankan tugas atau misinya dengan sebaik mungkin, maka orang tersebut akan dikenang oleh banyak orang dan menjadi inspirasi bagi setiap orang yang mengenalnya. Ini menandakan bahwa betapa pentingnya tugas dalam hidup ketika dijalankan dengan sebaik mungkin akan berbuah manis bagi orang-orang disekitar. Melalui kehadirannya akan menjadi berkat baik bagi keluarga, teman, maupun orang-orang sekitar. Misi ini akan menjadi lebih mulia, ketika seseorang mampu mengantarkan sesama kepada Tuhan berkat pengorbanannya. Inilah misi yang harus kita jalankan bersama, hingga sampai saat ini apakah kita sudah mengetahui misi kita masing-masing? Tentunya, dalam menjalankan setiap tugas tidaklah mudah akan ada banyak tantangan yang datang. Tantangan yang muncul bisa dari dalam atau luar, tetapi dalam injil mengatakan bahwa jangan takut akan segala tantangan hidup yang dijalani. Kita harus takut bukan apa yang menghancurkan fisik kita, melainkan apa yang merusak jiwa kita, yaitu dosa. Maka dari itu, diperlukan untuk bisa berlatih untuk mengambil keputusan yang baik agar bisa membadakan mana yang lebih esensial bagi hidup kita. ketika seseorang mampu mengambil keputusan dengan baik, maka tantangan yang muncul ini dijadikan sebagai kesempatan untuk bisa bertumbuh, terutama bersama Tuhan. Kita akan diberikan kekuatan jika mau bertumbuh dan berjuang bersama Tuhan. Jika burung pipit Tuhan pelihara, apalagi kita anak Tuhan yang diundang untuk masuk dalam hubungan kasih bersama Tuhan. kita harus percaya bahwa tangan Tuhan akan selalu menyertai hidup kita semua. Tuhan memiliki rencana dalam hidup kita, seberat apapun tantangan atau perjuangan yang kita hadapi, tangan Tuhan yang akan mengatur dan menyertai kita semua. Jangan pernah takut karena burung pipit dipelihara-Nya, apalagi kita anak-anak-Nya.

Jun 24, 202020:11
Jangan Takut

Jangan Takut

(21 Juni 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Matius 10 :  26 - 33

(Hari Minggu Biasa ke-12)]

Yesus tidak pernah berjanji bahwa murid-murid-Nya akan memiliki kehidupan yang mudah dan makmur. Yesus menuntut yang sebaliknya. Setelah dipilih, kedua belas murid diutus untuk mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, namun mereka tidak akan pergi seperti utusan kerajaan duniawi dengan pengawalan voorijder. Tidak! Mereka akan pergi sebagai orang sederhana yang berjalan kaki dan membawa persediaan ala kadarnya. Mereka akan mengandalkan kemurahan hati tuan rumah mereka, dan bagian terburuknya adalah mereka akan menghadapi penolakan. Secara alami, mereka akan merasa takut. Namun, Yesus mengatakan kepada mereka bahwa misi ini hanya semacam “magang” karena mereka akan menjalani sesuatu yang bahkan lebih sulit di masa depan. Sungguh terjadi, setelah Pentekosta, mereka akan mewartakan bahwa Yesus adalah Tuhan, dan mereka menghadapi penolakan yang keras, penganiayaan yang mengerikan, dan bahkan kematian yang keji. Seperti yang Yesus ajarkan kepada mereka, “para murid tidak lebih besar dari gurunya.” Jika Yesus, guru mereka, ditolak, dihina, dan dihukum mati, para murid akan mengikuti jalan yang sama. Petrus disalibkan terbalik, Yakobus, saudara Yohanes, dipenggal kepalanya, dan Yakobus anak Alfeus, dilempari batu sampai mati. Yesus memahami ketakutan manusiawi mereka, tetapi Yesus mengatakan kepada mereka bahwa mereka jangan takut. Mengapa? Jawaban Yesus sederhana. Mengapa kita harus takut mati jika kita toh akan mati juga akhirnya? Pilihannya adalah apakah kita mati sebagai saksi Kristus atau mati lari dari Kristus? Lebih jauh, Yesus mengungkapkan alasan sebenarnya mengapa kita tidak perlu takut: kita memiliki Allah, yang adalah Bapa yang pengasih dan peduli. Yesus memberikan penjelasan yang cerdas namun sederhana: bagaimana Tuhan memperlakukan seekor burung pipit yang kecil. Pipit adalah jenis burung  yang tidak berharga di mata kita, tetapi bagi Tuhan, burung kecil ini adalah ciptaan-Nya, dan ketika Dia menciptakan sesuatu, Dia memiliki rencana yang baik untuknya, dan Dia memastikan bahwa rencana ini akan mencapai kepenuhannya.  Jika Tuhan peduli dan mencintai burung pipit, akankah Dia tidak peduli dan mengasihi kita? Sekali lagi, Yesus menunjukkan kebenaran yang indah: Tuhan lebih mengenal daripada kita mengenal diri kita sendiri. Ketika seekor burung gereja jatuh dan mati, itu tidak lepas dari rencana Allah yang sempurna, dan ketika para murid mengalami penolakan, pencobaan, dan bahkan kematian, itu juga merupakan bagian dari penyelenggaraan Allah. Seringkali penderiataan tidak bisa dimengerti. Mengapa kita harus kehilangan seseorang yang kita cintai? Mengapa kita menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan? Kita tidak mengerti, tetapi bahkan hal-hal mengerikan dalam kehidupan ini juga merupakan bagian dari penyelenggaraan Allah. Kita mungkin tidak melihatnya sekarang, tetapi mungkin kita melihatnya di lain waktu, atau mungkin, kita tidak pernah menemukan alasannya karena pikiran kita terlalu sempit. Namun, di mata Tuhan, hal-hal terlihat sebagai sebuah lukisan yang sempurna, walaupun ada warna-warna gelap di dalamnya. Kematian para martir yang mengerikan, misalnya, tidak masuk akal. Tetapi, Tertullianus, seorang apologis Katolik pada abad ke-3, melihatnya dalam perspektif yang lebih dalam dan menulis, “Semakin kamu menghancurkan kami, kami pertumbuh semakin banyak: darah para martir adalah benih Gereja.” Yesus tidak memanggil kita untuk menikmati kehidupan yang sukses tetapi untuk menjadi saksi-Nya. Meskipun segala sesuatu dapat berbalik melawan kita, Yesus menyatakan bahwa kita tidak perlu takut dan khawatir karena, pada akhirnya, semua akan bekerja sesuai dengan rencana-Nya yang indah karena Dia mengasihi kita.

Jun 22, 202019:22
Katekese Katolik : Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus

Katekese Katolik : Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, atau yang sering disebut dalam bahasa Latin sebagai Corpus Christi, dimulai pada abad ke 13 untuk menghormati berdirinya sakramen Ekaristi. Jika perayaan ini hanya dimulai sejak abad ke 13, apakah umat Katolik sebelumnya tidak percaya bahwa Kristus sungguh hadir secara nyata di dalam bentuk roti dan anggur yang telah dikonsekrasi? Dan mengapa perayaan ini tidak digabung dengan perayaan Misa Perjamuan Tuhan pada Kamis Putih? . Dalam katekese singkat ini, Romo Bayu, OP  akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dari segi biblis dan teologis.

Jun 19, 202009:52
Tubuh Kristus

Tubuh Kristus

(14 Juni 2020)

Romo Adrian Adiredjo, Op

[Bacaan Injil : Yohanes 6 : 51 - 58

(Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus)

Hari ini merupakan hari raya Tubuh dan Darah Kristus yang dimana jika kita makan roti hidup Kristus sendiri, kita akan hidup selama-lamanya. Dikatakan dalam injil bahwa kita akan hidup selama-lamanya, jika kita dapat merasakan kebangkitan bersama Kristus. Hal ini dapat kita rasakan, ketika merayakan perayaan ekaristi, karena disinilah kita telah menyambut tubuh Kristus. Komuni yang kita terima bukan hanya sekedar lambang, tetapi adalah sungguh Kristus sendiri yang hadir untuk kita, sehingga dapat dikatakan bahwa komuni ini memberi hidup bagi kita. Hidup yang diberikan adalah hidup selamanya karena kita hidup dalam kasih Allah. Kasih yang telah diberikan Yesus adalah tanpa syarat karena berkat pengorbanan-Nya, maka kasih Yesus memberi hidup selamanya. Jika kita hidup bersama Kristus melalui komuni, maka kita juga kita akan bangkit bersama Kristus karena kasih-Nya sempurna. Kenangan kasih yang sempurna ini membentuk indentitas kita sebagai pengikut Kristus yang diberi hidup oleh Kristus. Tentunya, kenangan ini hadir lewat orang-orang disekitar kita yang mengasihi hidup kita. Maka, ketika merayakan perayaan ekaristi, kita mengingat pengorbanan yang diberikan oleh Yesus, ini tentunya memberikan kekuatan bagi kita. Ketika Yesus hidup dalam diri kita, maka kita menerima pribadi Yesus sendiri yang mampu mengubah hidup kita. Mukjizat yang kita rayakan hari ini tidak hanya perubahan tubuh dan darah Kristus, tetapi perubahan dalam diri kita sendiri untuk semakin serupa dengan Kristus. maka, hal yang perlu diharapkan adalah bukan situasi yang perlu diubah, melainkan diri kita sendiri yang perlu diubah. Hal ini dapat kita sadari ketika kita semakin rajin berdoa. Ketika hal ini terjadi kita akan dengan mudah untuk mengubah situasi karena berkat Tuhan sendiri yang telah mengubah diri kita. Maka, pertama-tama yang perlu kita lakukan adalah bangkit bersama Kristus gar Kristus dapat mengubah hidup kita.

Jun 17, 202018:03
Tubuh Kristus dan Tubuh Kita

Tubuh Kristus dan Tubuh Kita

(14 Juni 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 6 : 51 - 58

(Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus)]

Hari Raya Tubuh dan Darah Yesus Kristus berawal dari inisiatif St. Juliana dari Liege, yang meminta uskupnya dan sahabat-sahabatnya untuk menghormati  secara khusus sakramen Ekaristi, dan kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Dalam Injil, Yesus menegaskan bahwa tubuh-Nya adalah makanan yang nyata, dan setiap orang yang ingin memiliki hidup yang kekal perlu menyantap tubuh-Nya. Kita mungkin bertanya-tanya: mengapa dalam kebijaksanaan-Nya, Yesus memutuskan untuk memberikan tubuh-Nya sebagai makanan rohani kita? Mengapa Yesus tidak langsung menanamkan rahmat langsung ke jiwa kita? Jawabannya mungkin sangat sederhana. Hal ini dipilih Tuhan karena tubuh kita ini adalah nyata dan baik. Jika kita kembali ke kisah penciptaan di Buku Kejadian, Tuhan menciptakan pria dan wanita dalam kodrat manusia, termasuk tubuh kita, sebagai sesuatu yang sangat baik. Meskipun tubuh kita berasal dari tanah, tubuh kita telah dirancang dengan luar biasa untuk menerima roti ilahi, kehidupan rohani. Tubuh kita pada dasarnya baik, dan begitu baik sehingga tubuh kita bisa menerima rahmat. Dalam perkataan St Agustinus, “Capax Dei” (memiliki kemampuan untuk mengenal dan menerima Tuhan). Sebagai umat Kristiani, kita bersama Gereja terus memerangi gnostisisme modern. Jenis gnostisisme sangat sederhana dan tanpa disadari kita pun telah menjadi korban dari virus mematikan ini. Setiapkali kita memperlakukan tubuh kita hanya alat untuk mencapai kesuksesan dan popularitas, ketika kita menyalahgunakan tubuh kita untuk merasakan kenikmatan instan, ketika kita menjual tubuh kita sebagai keuntungan ekonomi belaka, kita tanpa sadar jatuh ke dalam perangkap ini ajaran sesat ini. Pesta Corpus Christi membawa kita kebenaran yang lebih besar dari tubuh kita. Dengan menjadi manusia dan akhirnya memberikan tubuh-Nya, Yesus mengajarkan kepada kita bahwa tubuh tidak hanya mampu menerima rahmat, tetapi juga mampu menjadi rahmat dan kasih bagi sesama. Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus telah memberikan tubuh-Nya sebagai ekspresi kasih tertinggi. Namun, untuk dibagikan, tubuh-Nya harus dihancurkan, namun meski hancur, tubuh mulia ini dipersembahkan dalam ucapan syukur. Pada masa pandemi ini, kita tidak dapat menghadiri Misa Kudus, dan kita sangat merindukan Tubuh Kristus. Namun, kabar baiknya adalah bahwa inilah saatnya bagi kita untuk menjadi Tubuh Kristus bagi sesama kita yang membutuhkan. Hanya dengan membagikan tubuh kita dalam kasih, kita memenuhi tujuan kita sebagai makhluk ragawi yang diciptakan menurut citra-Nya.

Jun 16, 202020:36
Satu Allah

Satu Allah

(07 Juni 2020)

Romo Adrian Adiredjo, OP

[Bcacaan Injil : Yohanes 3 : 16 - 18

(Hari Raya Tritunggal Mahakudus)]

Mengapa dikatakan sebagai Tritunggal Mahakudus? Karena Itu merupakan wujud dari satu Allah tiga pribadi dengan memiliki hubungan satu sama lainnya. Kata kuncinya adalah hubungan atau relasi agar kita dapat mengerti arti dari Tritunggal itu sendiri. Misteri Tritunggal ini tidak akan sepenuhnya kita dapat pahami karena akan selalu ada “keterbatasan” untuk bisa memahaminya, itulah mengapa Tritunggal Mahakudus disebut sebagai misteri. Ketika kita melakukan tanda salib, dalam nama Bapa. Putera, dan Roh Kudus ini merupakan suatu wujud Tritunggal yang memiliki tiga pribadi. Ini semua dipersatukan dalam nama Allah. Dalam bacaan pertama ada Bapa sebagai Sang Pencipta, kemudian dalam bacaan Injil dikatakan bahwa Allah sangat mencintai kita sehingga Ia mengutus putera-Nya yang tunggal yakni Yesus. Dari sini kita lihat ada suatu hubungan antara Bapa dan Anak. Bapa sebagai yang mengasihi dan Anak sebagai yang dikasihi. Dalam hubungan ini kita melihat ada dua pribadi, lalu munculah pribadi ketiga yaitu Roh Kudus yang merupakan buah dari kasih antara Bapa dan Anak. Setiap hubungan kasih yang sejati akan selalu menghasilkan buah yang melimpah dan akan memberikan hidup bagi anak-Nya. Roh Kudus sendiri dikatakan sebagai Roh Kristus, sehingga kita mengerti mengapa ada tiga pribadi. Lalu, mengapa harus jadi satu Allah? Karena mereka satu kodrat yang bergabung menjadi satu kesatuan yang sempurna. Tiga pribadi ini memiliki kehendak, tujuan, dan misi yang sama untuk menyelamatkan. Allah Bapa telah mengutus Putera-Nya sendiri yang hadir sebagai wajah Allah. Lalu, Yesus mengutus Roh Kudus-Nya kepada kita untuk menyelamatkan kita semua. Tiga pribadi ini tidak memiliki perbedaan, melainkan sama karena telah hadir untuk mengisi satu sama lain. Oleh karena itu, Yesus berkata siapa yang melihat Aku, Ia telah melihat Bapa. Setiap orang yang datang kepada Yesus diundang untuk masuk dalam hubungan kasih yaitu Tritunggal itu sendiri. Itulah mengapa dalam ajaran Katolik kasih merupakan yang utama karena Allah yang hadir dan hidup telah memberikan kasih kepada manusia. Bagaimana dengan kita semua? Apkah kita telah masuk dengan hubungan kasih? Kita harus dapat hidup dalam kasih tersebut dan mau membagikannya kepada sesama. Bukan memanipulasi untuk kepentingan sendiri, melainkan memberikan hidup untuk tinggal dalam kasih itu. Hari demi hari kita harus melakukan kasih itu sehingga kita merasakan misteri Allah karena rahmat-Nya, bukan melalui akal budi manusia. Hingga pada akhirnya kita semua dapat semakin mengerti makna dari misteri Tritunggal.

Jun 10, 202022:31
Katekese Katolik : Tritunggal Mahakudus

Katekese Katolik : Tritunggal Mahakudus

Dalam Katekese Katolik kali ini, kita akan bersama-sama membahas tentang Misteri Tritunggal Mahakudus yang akan dibawakan oleh Rm. Bayu, OP. Apa makna terdalam mengenai Tritunggal Mahakudus menurut Gereja Katolik? Untuk pembahasan lebih lanjut, bisa kita dengarkan bersama-sama. 

Jun 08, 202015:01
Citra Trinitas

Citra Trinitas

(07 Juni  2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 3 : 16 - 18

(Hari Raya Tritunggal Mahakudus)]

Kita memasuki kembali masa biasa Gereja, dan salah satu perayaan terbesar dalam masa biasa adalah Tritunggal Mahakudus. Gereja telah menempatkan perayaan besar ini pada hari Minggu setelah Pentekosta. Alasannya jika kita melihat gambaran yang lebih besar, itu sebenarnya adalah prosesi kebenaran yang wajar. Di Paskah, kita merayakan kebangkitan Yesus yang mengukuhkan keilahian Kristus, dan pada hari Pentekosta, kita menyaksikan keilahian Roh Kudus ditegaskan [lihat refleksi hari Minggu lalu]. Sekarang, kami bersukacita karena Tiga pribadi Ilahi di dalam Tuhan. Dalam renungan ini, saya ingin membawa kita semua kembali ke Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, realitas Tritunggal tersembunyi di sebagian besar ayat, namun kebenaran suci ini tampak di saat-saat fundamental. Mari kita baca Kejadian 1: 1-3, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk  dan kosong gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang” Lalu terang itu jadi” Umat Kristiani perdana seperti St. Irenaeus dari Lyon, segera melihat ini sebagai Trinitas yang bekerja sebagai satu, Allah, Roh dan Firman. Kabar baiknya adalah bahwa dunia dan segala ciptaan adalah mahakarya dari Tritunggal Mahakudus, dan sampat tingkat tertentu, ciptaan itu mencerminkan kesempurnaan Tritunggal. Selain itu, dalam Kejadian 1:26, ketika Tuhan menciptakan pria dan wanita, Tuhan berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita…” Perikop ini sedikit aneh karena Allah yang satu tiba-tiba menyebut diri sendiri dalam bentuk jamak. Tradisi Yahudi menafsirkan hal ini bahwa Allah berbicara kepada dewan surgawi-Nya, para malaikat, tetapi sekali lagi, tradisi Kristiani melihat ini sebagai tiga pribadi Ilahi. Kabar baiknya adalah bahwa jika kita diciptakan menurut citra Allah, dan jika Allah kita adalah Tritunggal, maka kita adalah citra Tritunggal. Memang benar bahwa kita tidak dapat sepenuhnya memahami misteri Ilahi, tetapi kita sebenarnya tidak jauh dari misteri ini. Bahkan, kita diundang untuk seperti Trinitas. Sebagai citra Trinitas, kita tidak dapat menemukan sukacita sejati dengan menimbun hal-hal duniawi seperti kekayaan, ketenaran untuk diri kita sendiri. Seperti Bapa dan Putra saling mengasihi dalam Roh Kudus, kita dipanggil untuk memberikan diri kita kepada sesama dalam kasih. Ini mengapa Gereja Katolik terus menjaga kesakralan pernikahan. Karena melalui pernikahan, pria dan wanita dapat memberikan diri mereka sepenuhnya satu sama lain. Cinta kasih mereka begitu kuat sehingga cinta kasih ini bahkan bisa melahirkan kehidupan baru. Dan saat kehidupan baru ini [anak] datang di tengah hidup sang pria dan wanita, kasih mereka dapat semakin tumbuh bahkan secara eksponensial. Dan dalam pernikahan dan keluarga, kita menemukan identitas kita sebagai citra Trinitas, dan saat kita menemukan hal ini, kita menemukan makna terdalam hidup kita. Memang mengasihi sangat sulit, tetapi kita dirancang untuk memberikan kasih dan kehidupan. Tritunggal Mahakudus adalah asal usul kita, dan Tritunggal Mahakudus adalah tujuan kita.

Jun 08, 202021:18
Roh Kasih

Roh Kasih

(31 Mei 2020)

Romo Antonius Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 20 : 19 - 23

(Minggu Pantekosta)]

Dalam hari raya Pantekosta ini roh kudus telah turun atas para rasul, sehingga membuat mereka bisa berbicara dalam berbagai bahasa dan berani dalam mewartakan Kerajaan Allah. Terjadi sebuah perubahan, sebelumnya mereka diselimuti ketakutan tetapi setelah roh kudus turun mereka menjadi dipenuhi dengan keberanian. Hal ini dikarenakan mereka percaya kepada Allah sehingga mereka melakukan apa yang Allah lakukan. Dalam situasi sulit seperti ini, kita tidak tahu kapan semuanya ini akan berakhir. Satu hal yang kita perlukan yaitu percaya kepada Tuhan bahwa kita tidak berjalan sendiri masih ada Tuhan yang senantiasa menemani langkah hidup kita. Roh yang turun atas para rasul ini membawa kita semua kepada kesucian. Ketika Yesus datang atas para rasul, Dia berkata “Damai bersamamu” serta mengampuni para rasul yang mengkhianati Yesus, ini merupakan sebuah kesucian. Damai dan pengampunan menjadi kunci dalam kesucian karena menjadi langkah awal untuk semakin mendekatkan hubungan kita dengan Allah. Ini merupakan kekuatan yang luar biasa menjadi pintu untuk menghadirkan roh kasih dalam hidup kita. Roh kasih ini membawakan kesabaran untuk saling mengerti satu sama lain dan menjauhkan kita dari segala keegoisan dalam diri. Ini merupakan efek yang luar biasa yang membawa kita kepada persatuan yang sejati. Sampai saat ini Gereja telah hidup 2000 tahun karena Kristus sebagai kepala memiliki roh kasih yang menjelma menjadi manusia dan dibagikan kepada para murid-Nya. Hal ini terlihat ketika Yesus menunjuk Petrus untuk membangun Gereja-Nya. hari ini kita merayakan ulang tahun Gereja yang telah dibangun atas dasar kasih Allah. Allah telah memberikan hadiah roh kudus bagi kita yang membantu kita keluar dari segala ketakutan dan memimpin kita kepada kesucian untuk bersatu dengan Allah. Kita pun harus membuka hati untuk menerima roh Allah, agar kasih itu sendiri tinggal dalam hati kita.

Jun 03, 202019:13
Selamat Ulang Tahun, Gereja!

Selamat Ulang Tahun, Gereja!

(31 Mei 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 20 : 19 - 23

(Minggu Pantekosta)]

“Selamat ulang tahun!” Hari ini adalah hari raya Pentekosta, dan hari ini adalah kelahiran Gereja. Kita harus bersukacita karena Gereja kita bertambah dalam usia, tetapi semakin kuat, bijaksana dan kreatif dalam memberitakan Kabar Baik. Namun, pertanyaannya adalah mengapa kita merayakan ulang tahun Gereja pada hari Minggu Pentekosta? Untuk menjawab ini, kita perlu memahami makna alkitabiah dari perayaan Pentekosta dan apa yang terjadi pada para murid pada saat Roh Kudus turun ke atas mereka. Kata Pentekosta berarti “yang kelima puluh”, dan hari raya Pentekosta terjadi pada hari kelima puluh setelah Minggu Paskah. Namun, pesta Gereja itu sendiri pada awalnya adalah sebuah festival keagamaan Yahudi: Hari Raya Shavuot atau Hari Raya Tujuh Minggu. Perayaan itu berlangsung tujuh minggu setelah perayaan akbar Paskah. Bersama-sama dengan Paskah dan Hari Raya Pondok Daun, Pentekosta adalah perayaan perziarahan utama yang mengharuskan setiap pria Yahudi untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem. Awalnya, ini adalah perayaan agrikultural. Orang-orang Israel bersyukur atas panen yang berhasil dan mempersembahkan hasil panen mereka kepada Tuhan. Namun, itu juga memiliki makna religius. Dalam perayaan Shavuot, orang Israel memperingati pemberian Hukum dan pembuatan perjanjian dengan Tuhan Allah di Gunung Sinai. Ini menjelaskan mengapa banyak orang dari berbagai bangsa berkumpul di sekitar tempat para murid: mereka adalah peziarah Pentekosta. Perayaan ini juga menjawab pertanyaan yang lebih mendasar tentang identitas Roh Kudus: Mengapa Roh Kudus harus menampakkan diri-Nya sebagai api, dan tidak dengan citra yang lain seperti merpati? Jika kita kembali ke peristiwa di gunung Sinai itu sendiri, kita akan menemukan sesuatu yang luar biasa. Ketika Allah membuat perjanjian-Nya dan menyerahkan Hukum-Nya, Dia menampakkan diri-Nya kepada seluruh Israel sebagai api [lihat Kel 19:18]. Roh Kudus hadir dalam api hanya karena Dia adalah Allah yang sama yang memanifestasikan diri-Nya di Sinai. Hari Minggu Pentekosta mengungkapkan kebenaran mendasar tentang Roh Kudus bahwa Parakletos yang dijanjikan itu adalah Tuhan. Di Sinai, orang Israel menerima Hukum dan masuk ke dalam perjanjian dengan Tuhan. Allah menjadikan mereka “kerajaan imamat dan bangsa yang kudus [lihat Kel 19: 6]. Bangsa Israel menjadi bangsa yang kepemilikan Tuhan. Dalam Pentekosta yang baru, Roh Kudus turun ke atas para murid dan menanamkan dalam diri mereka Hukum Cinta Kasih yang Baru. Dia membentuk mereka untuk menjadi Umat Allah yang baru [lihat Pet 2: 9]. Komunitas baru keluarga Allah telah lahir hari ini! Namun, umat Allah baru ini bahkan lebih besar. Roh Kudus memberi kuasa kepada para murid untuk memberitakan Kabar Baik kepada orang-orang dari berbagai bangsa dan bahasa. Pentekosta membalikkan efek negatif dari menara Babel [lihat Kejadian 11: 1-9]. Ketika orang-orang begitu bangga pada diri mereka sendiri dan berusaha menjadi seperti Tuhan dengan kekuatan mereka, berbagai bahasa berubah menjadi kutukan yang memecah belah mereka. Namun, dengan Roh Kudus yang mengubah hati dan menanamkan kerendahan hati, bahasa menjadi berkat yang menyatukan orang-orang yang berbeda. Kita bersyukur kepada Roh Kudus yang telah melahirkan Gereja. Kita bersyukur kepada Roh Kudus yang telah memanggil kita untuk menjadi bagian dari umat Allah yang baru.

Jun 02, 202017:40
Katekese Bulan Maria : Siapakah Sebenarnya Bunda Maria?

Katekese Bulan Maria : Siapakah Sebenarnya Bunda Maria?

Bulan Mei didedikasikan untuk Bunda Maria. Tapi siapa sebenarnya Bunda Maria? Dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP akan menjawab pertanyaan tersebut dan juga apa teladan yang bisa kita pelajari dari Bunda Maria.

Jun 01, 202009:15
Katekese Katolik : Pentekosta dan Roh Kudus

Katekese Katolik : Pentekosta dan Roh Kudus

Sebentar lagi kita akan merayakan puncak dari Paskah, yaitu Pentekosta. Apa yang sebenarnya terjadi di saat Pentekosta ini? Di dalam katekese singkat ini, Romo Bayu, OP  mengajak kita untuk mendalami arti dari perayaan besar ini.

May 29, 202008:33
Katekese Katolik : Maria Mengunjungi Elisabet

Katekese Katolik : Maria Mengunjungi Elisabet

Kisah Maria mengunjungi Elisabet bukanlah kisah yang asing. Dalam video singkat ini, Romo Adrian Adiredjo, OP, membagikan tiga hal yang dapat kita teladani dari kisah ini, menurut Lukas 39: 1: 39-55.

May 28, 202014:57
Hidup dalam Kemuliaan

Hidup dalam Kemuliaan

(24 Mei 2020)

Romo Antonius Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 17 : 1 - 11a

(Minggu Paskah ke-7)]

Dalam injil kita mendengar banyak kata yang terus diulang-ulang yaitu kemuliaan. hal ini dikatakan oleh Yesus kepada Bapa-Nya bahwa permuliakanlah aku. Ini merupakan sutu pernyataan yang berani dari Yesus. Tentunya, ini memiliki tujuan yang jelas bawa Bapa sendiri akan dipermuliakan melalui Yesus. Dalam hidup sehari-hari kita ingin dimuliakan oleh banyak orang karena kehormatan, kehebatan, dan kekuasaan. Semua tujuan kita ingin dimuliakan adalah untuk kepuasan atau kebutuhan diri sendiri. Tentu, ini merupakan suatu hal yang kurang benar. Bagaimanapun juga kita harus dapat memuliakan Allah bukan untuk kepentingan pribadi. Lalu, hal apa yang dapat kita lakukan agar dapat memuliakan Tuhan? Kita memuliakan Tuhan pertama-tama adalah dengan cara melakukan kehendak Tuhan. Ketika segala sesuatu yang kita lakukan berdasarkan rencana Tuhan, maka orang lain pun akan melihat Tuhan dalam diri kita. Inilah yang dilakukan oleh Yesus sampai Ia wafat di salib berkat ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa. Jika kita berani seperti Yesus, maka akan ada banyak orang yang merasakan kehadiran Allah. Kehebatan yang kita lakukan tidak akan mencerminkan Allah dalam diri kita, tetapi hanya ingin memamerkan diri kita. Melakukan kehendak Allah dengan sebaik mungkin dengan melakukn tugas atau peran kita di dunia ini dengan sebaiknya. Namun, ini tidaklah mudah karena keegoisan dalam diri kita seringkali masuk untuk menguji diri kita sendiri. Lalu, bagaimana kita mengetahui jika hal tersebut sebuah ujian bagi diri kita? Bacaan kedua meberikan jawabanya “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya”. Ayat ini menjelaskan ketika kita mau mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus, kitapun harus mau ambil bagian dalam penderitaan Kristus. Maka, kita harus dapat mengetahui apakah kita berani berkorban untuk Tuhan? Mengambil bagian dalam penderitaan Kristus bukan suatu hal yang mudah, tetapi berkat bantuan rahmat Tuhan kita dapat melakukannya.

May 26, 202019:16
Berdoa Seperti Yesus

Berdoa Seperti Yesus

(24 Mei 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 17 : 1 - 11a

(Minggu Paskah ke-7)]

Doa adalah bagian mendasar dari kehidupan Yesus. Dia berdoa secara teratur, terutama ketika Dia bersiap untuk merangkul peristiwa-peristiwa yang menentukan, seperti Pembaptisan di Sungai Yordan [Lukas 3:21], pemilihan kedua belas rasul [Lukas 6:12], transfigurasi [Lukas 9:28], dan jalan salib-Nya [Mat 26:36-44]. Namun, kita jarang mendengar apa yang Yesus katakan dalam doa-doanya. Dalam Injil Sinoptik [Matius, Markus dan Lukas] kita mendengar doa Yesus yang pendek dan emosional di Taman Getsemani sebelum Dia memasuki sengsara-Nya. Namun, penginjil Yohanes memastikan bahwa kita akan menemukan apa yang Yesus doakan dan hal ini jauh lebih panjang daripada yang pernah kita dengar sebelumnya. Yohanes mencurahkan seluruh bab untuk doa ini [Yohanes 17: 1-26]. Yesus berdoa kepada Bapa dengan kasih dan keyakinan yang luar biasa. Namun, yang membuat doa ini  penting adalah bahwa Yesus tidak hanya berdoa tentang diri-Nya dan misi-Nya, tetapi juga berdoa untuk para murid-Nya. Yesus bertindak sebagai imam yang menjadi perantara bagi para murid-Nya. Itulah sebabnya kita menyebut bagian ini sebagai doa Yesus Kristus sebagai imam besar. Pertama, jika doa sangat penting dalam kehidupan Yesus karena Yesus mengerti doa adalah jalur komunikasi-Nya kepada Bapa. Komunikasi adalah kunci untuk setiap hubungan untuk berkembang dan Yesus mengetahui hal ini. Mungkin, kita gagal melihat kebenaran ini sehingga kita merasa doa itu membosankan. Kita malas menghadiri misa karena hanya memahaminya sebagai kewajiban. Kita menempatkan doa pribadi hanya sebagai tambahan karena kita menjadikan hal-hal lain sebagai prioritas. Anehnya, kita segera menyalahkan Tuhan jika rencana kita tidak berjalan sesuai dengan keinginan kita, bahkan mengancam Tuhan untuk mengabulkan keinginan kita. Jadi, mengubah perspektif tentang doa adalah penting dan bahkan akan mengubah kehidupan. Kedua, jika doa adalah komunikasi, maka harus selalu berupa dialog. Sering kali ketika mulai tumbuh dalam doa, kita berpikir bahwa kita harus selalu mengatakan sesuatu kepada Tuhan. Saya ingat seorang frater bertanya kepada saya, “Romo, apa lagi yang harus saya katakan jika saya kehabisan kata-kata dalam doa saya?” Saya mengatakan kepadanya, “Mungkin, ini saatnya untuk mendengarkan Tuhan.” Pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana saya mendengarkan Tuhan?” Tentunya tidak ada jawaban yang baku, tetapi saya suka apa yang dikatakan St Heronimus, “Kamu berdoa: kamu berbicara kepada mempelai laki-laki [Yesus]. Kamu membaca [Kitab Suci]: Dia berbicara kepadamu. ” Namun, kita perlu ingat bahwa dialog kata-kata bukanlah akhir dari komunikasi. Akhirnya adalah orang-orang dalam dialog menjadi satu. Yesus berkata pada dirinya sendiri, “Aku di dalam Bapa-Ku, dan kamu di dalam Aku, dan Aku di dalam kamu [Yohanes 14:20].” Terakhir, doa kita melibatkan orang ketiga. Ini adalah konsekuensi langsung dari doa imam Yesus. Doa adalah dialog, tetapi sama seperti dialog lainnya, doa dapat berbicara tentang orang lain. Inilah saatnya kita berdoa kepada Tuhan untuk orang lain. Karena Yesus memberi kita teladan dalam doa-Nya, maka semakin penting bagi kita untuk memelihara sesama melalui doa. Pada saatnya kita tidak dapat menjangkau orang lain yang membutuhkan bantuan kita, doa tetap menjadi cara terbaik untuk mencintai mereka. Sesungguhnya orang-orang kudus di surga terus memelihara kita meskipun tidak mampu secara fisik menampakkan diri kepada kita, melalui doa-doa mereka.

May 26, 202020:17
Katekese Katolik : Kenaikan Yesus ke Surga

Katekese Katolik : Kenaikan Yesus ke Surga

Kisah Yesus naik ke surga adalah salah satu kisah terpenting di dalam katekese Gereja Katolik. Apa dan dimana surga sebenarnya? Dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP akan menjawab pertanyaan tersebut dan juga apa arti kenaikan Yesus ke surga bagi kita. 

May 20, 202013:48
Parakletos

Parakletos

(17 Mei 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 14 : 15 - 21

(Hari Minggu Paskah ke-6)]

Dalam perjamuan terakhir, Yesus berjanji kepada murid-murid bahwa Ia akan mengirim penolong yang lain untuk bersama mereka selamanya. Siapa penolong yang lain ini? Kita semua tahu bahwa Dia adalah Roh Kudus, pribadi ketiga dari Tritunggal Mahakudus. Namun, bagaimana Yesus menggambarkan Dia dalam Injil Yohanes, dan mengapa Ia menyebut Roh Kudus sebagai “penolong”? Alasannya adalah bahwa Yesus tahu bahwa ketika para murid mulai mewartakan Injil-Nya, mereka akan menghadapi banyak kesulitan termasuk diadili. Petrus dan Yohanes menghadapi pengadilan di hadapan Sanhedrin [Kis 4:5 dst]. Stephanus dituduh melakukan penistaan ​​agama dan dilempari batu sampai mati [Kis 7]. Dalam kenyataan semacam ini, Yesus melakukan hal yang benar: mengirim Parakletos. Roh Kudus akan berada di sisi para murid menghadapi cobaan dan kesulitan ketika mereka mewartakan Yesus. Memang, sulit memahami tindakan para murid ini untuk bertahan dan bahkan menyerahkan hidup mereka tanpa Roh Kudus yang ada di pihak mereka. Di zaman sekarang sebagai murid Kristus, kita menghadapi masa sulit global yang disebabkan oleh virus covid-19. Beberapa dari kita beruntung karena kita hanya perlu tinggal di rumah. Beberapa dari kita beruntung karena kita dapat menikmati misa livestreaming, bahkan dua kali sehari! Tetapi bagi banyak orang, pandemi berarti kehilangan mata pencaharian dan bahkan hidup mereka. Bagi banyak orang, mereka tidak dapat pergi ke gereja bahkan ketika tidak ada pandemi. Kita memang membutuhkan Parakletos, tetapi salah satu karunia Roh Kudus adalah bahwa kita juga diberdayakan untuk menjadi parakletos kecil bagi saudara-saudari kita. Saat kami, komunitas Dominikan di Surabaya, diminta untuk menutup gereja sementara untuk pelayanan publik, kita segera mencari cara agar dapat memberikan layanan online kepada umat paroki kita. Kita juga bersyukur bahwa banyak orang menyumbangkan barang-barang bantuan ke paroki, dan para imam paroki dan juga para pengurus gereja bekerja keras untuk menyalurkan bantuan ini kepada mereka yang membutuhkan. Alih-alih mengeluh bahwa kita tidak dapat pergi ke Gereja atau menyalahkan orang lain atas situasi buruk yang dialami, kita harus meminta Roh Kudus untuk memberdayakan kita untuk menjadi parakletos kecil dan menemukan cara untuk menjadi pembela, penghibur dan di pihak saudara-saudari kita yang membutuhkan.

May 18, 202015:58
Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, Kematian Yesus

Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, Kematian Yesus

Kisah sengsara Yesus, wafat, bangkit, dan naik ke surga adalah kisah yang tidak asing bagi kita. Dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP mengajak kita untuk mengetahui lebih mendalam apa yang terjadi ketika Yesus wafat.

May 18, 202015:47
Kebenaran dan Hidup

Kebenaran dan Hidup

(10 Mei 2020)

Romo Antonius Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 14 : 1 - 12

(Hari Minggu Paskah ke-5)]

Hidup dalam kebenaran merupakan suatu hal yang penting bagi hidup manusia. Injil hari ini berbicara tentang bagaimana kita semua dapat mencapai kebenaran. Yesus merupakan jalan satu-satunya untuk dapat mencapai kebenaran yaitu kepada Bapa. Amanat perpisahan yang disampaikan Yesus kepada para murid bahwa Ia akan meningglaknan mereka. Tentunya, hati para murid merasa gelisah dan takut dibarengi rasa kecewa karena Yesus akan meninggalkan mereka. Namun, Yesus berkata dalam injil hari ini bahwa jangan takut hatimu karena Aku akan menyiapkan tempat bagi bagimu di rumah Bapa. Ketika Yesus pergi meninggalkan murid-murid-Nya Dia berharap bahwa mereka jangan gelisah melainkan harus percaya, karena Dia akan kembali dan menyiapkan tempat bagi mereka. Pada akhirnya, Tuhuan Yesus pergi dan akan kembali dengan memberikan hidup yang penuh kasih di rumah Bapa. Hidup dalam kebeneran penting karena agar dapat mencapaik tujuan keselamatan bersama kasih Allah. Seringkali dalam hidup sehari-hari kita mencari kebenaran agar segala sesuatu dapat berjalan dengan baik. Ketika sakit di diagnosa cari kebenaran dengan mencari penyakitnya apa. Dalam menjalankan bisnis, mencari berbagai cara agar bisnis berjalan dengan baik dengan mencari kebenarannya. Jika dalam hidup sehari-hari kebenaran menjadi suatu hal yang penting, lalu bagaimana kita semua mencari kebenaran tentang hidup yang kekal. Perlu mewujudkan hidup dalam kebenaran Allah agar keselamatan menjadi bagian dari hidup kita. Hal ini dapat dimulai dengan cara mengambil keputusan untuk mengasihi Yesus. Ketika mengasihi Yesus kita pun harus mau untuk mengasihi Allah agar dapat mengetahui kebenaran Ilahi. Cara pandang kita kepada Allah akan mempengaruhi kita bagaimana arti sebenarnya dari kebenaran Ilahi. Maka dari itu, kita harus dapat membuat keputusan untuk mengasihi Yesus agar dapat masuk dalam hubungan bersama Allah, sehingga hari demi hari hidup kita dapat dimurnikan oleh kasih Allah.

May 11, 202020:47
Yesus dan Mempelai-Nya di Masa Pandemi

Yesus dan Mempelai-Nya di Masa Pandemi

(10 Mei 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 14 : 1 - 12

(Hari Minggu Paskah ke-5)]

Gereja-gereja kita telah ditutup untuk pelayanan publik untuk beberapa minggu sekarang, sehingga beralih ke misa live streaming. Tidak hanya itu,  kita belajar untuk menyesuaikan diri dan mengutamakan kesehatan demi kehidupan kita. Tentu, kita menyadari bahwa hati kita tetap gelisah, karena tidak menerima Sakramen Mahakudus, pengakuan dosa, dan tidak bisa melayani di paroki dan komunitas. Kita tidak yakin kapan akan berakhir dan kembali normal. Kita seperti para murid dalam Injil minggu ini. Hati mereka gelisah karena Yesus akan meninggalkan mereka. Mereka sedang berada pada perjamuan Paskah dan ini merupakan perayaan yang menggembirakan. Namun, Yesus mengumumkan kepada mereka bahwa seseorang akan mengkhianati Dia dan Dia akan diambil dari mereka. Para murid telah meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus karena mereka berharap bahwa Yesus sebagai Mesias akan menggulingkan kekaisaran Romawi dan mengembalikan kemuliaan Israel. Mereka tidak bisa menerima kemungkinan kegagalan total dari Yesus. Apakah mereka berpegang pada harapan palsu? Apakah pengorbanan mereka sia-sia? Ini menggambarkan situasi sekarang, setelah kita memberikan segalanya untuk mengikuti Yesus, untuk melayani Gereja-Nya dan bekerja di kebun anggur-Nya, kita merasa Dia hilang. Di mana Yesus ketika kita paling membutuhkan Dia? Yesus mengenal hati para murid-Nya dan meyakinkan mereka untuk miliki iman kepada Allah dan kepada-Nya. Namun, apa yang muncul setelah kata penguatan ini adalah bahwa Yesus memberi tahu para murid bahwa ada banyak tempat tinggal di rumah Bapa-Nya dan Dia akan pergi untuk mempersiapkan tempat-tempat itu. Untuk menghibur para murid, Yesus tidak mengatakan bahwa Ia akan kembali menjadi pemenang atau Ia akan menghancurkan semua musuh Israel. Dia berkata bahwa Dia akan menyiapkan tempat tinggal. Hal ini tidak masuk akal. Kita perlu mengetahui upacara pernikahan di zaman Yesus, agar dapat memahaminya. Pada masa ini, pernikahan dilakukan dalam dua tahap. Yang pertama adalah pertunangan dan tahap kedua adalah perayaan pernikahan. Pada tahap pertunangan, kedua mempelai sebenarnya telah berjanji dan telah menjadi suami dan istri di mata Hukum, tetapi mereka belum tinggal bersama dalam satu rumah. Mereka harus menunggu sekitar satu tahun sebelum upacara tahap terakhir. Setelah sekitar tahun, pengantin wanita akan dibawa dalam prosesi ke rumah pengantin pria, dan mereka akan mengadakan perayaan selama seminggu. Kenapa menunggu satu tahun? Alasannya praktis. Ini memberi cukup waktu bagi mempelai lelaki itu untuk mempersiapkan perayaan serta membangun tempat yang layak bagi pengantin wanita. Satu citra Gereja sehubungan dengan Yesus adalah bahwa ia adalah mempelai wanita Kristus [lih. Yoh 3:29; 2 Kor 11:2]. Jika kita menerapkan upacara pernikahan Yahudi pada zaman Yesus ini bagi Gereja dan Yesus, kita menemukan bahwa pertunangan telah terjadi, tetapi belum mencapai perayaan pernikahan. Yesus tidak bersama Gereja-Nya karena Dia ada Rumah Bapa untuk mempersiapkan tempat tinggal bagi kita, mempelai-Nya. Pada saat pandemi, hati kita pasti gelisah dengan gereja-gereja ditutup, kita merasa bahwa Tuhan talah diambil dari kita. Namun, waktu yang sulit sebenarnya bisa menjadi perjalanan menuju tempat tinggal yang jauh lebih baik yang disiapkan oleh Yesus. Kita mungkin belum melihat hal-hal yang lebih baik yang akan kita alami, tetapi Yesus meyakinkan bahwa Allah memegang kendali. Dalam kehidupan yang penuh badai ini, kita dapat melihat tempat yang indah yang disiapkan oleh Yesus, mempelai kita.

May 11, 202017:30
Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, "Eli, Eli, Lama Sabakhtani?"

Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, "Eli, Eli, Lama Sabakhtani?"

Kisah sengsara Yesus, wafat, bangkit, dan naik ke surga adalah kisah yang tidak asing bagi kita. Dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP menjelaskan kepada kita apa arti seruan Yesus sebelum Ia wafat, “Eli, Eli, lama sabakhtani?”

May 11, 202016:45
Yesus Sang Gembala

Yesus Sang Gembala

(03 Mei 2020)

Romo Antonius Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 10 :  1 - 10

(Minggu Paskah ke-4)]

Yesus sebagai Sang Gembala datang bukan untuk membawakan hidup dengan penuh keraguan, tetapi Sang Gembala akan membawa kita pada padang rumput yang hijau. Hal ini berarti bahwa Yesus akan memberikan hidup yang penuh makna kepada kita. Yesus mengenali kita satu persatu. Hal ini terbukti ketika Yesus memanggil domba-dombanya dengan nama, kemudian Ia melindungi domba-domba-Nya dari pencuri, dan sampai pada akhirnya Ia memimpin domba-Nya kepada padang rumput yang hijau. Yesus tidak hanya mengenali kita, tetapi juga Ia mengerti tentang hidup kita semua. Hal ini dikarenakan Yesus ingin memberikan yang terbaik bagi hidup manusia, karena ia adalah sahabat bagi kita semua. Yesus sebagai Sang Gembala selalu melindungi dan memberikan hidup-Nya bagi domba-domba-Nya. Hari demi hari Yesus akan memanggil, melindungi, dan memimpin agar domba-Nya memiliki hidup yang berkelimpahan. Terkadang ada juga dari kita yang tidak mendapatkan hidup yang berkelimpahan, seperti domba yang sulit diatur. Dalam hal ini domba memiliki peranan untuk bisa mendengarkan agar dapat sampai ke padang rumput yang hijau. Domba juga harus lari ketika ada suara asing, karena suara asing tersebut biasa saja mencelakakan domba tersebut. sesudah menghindari suara asing, maka sang domba harus ikut serta berjalan dengan Sang Gembala. Hal ini mencerminkan hidup kita semua, setiap hari Yesus memanggil kita semua agar dapat masuk dalam hidup yang berkelimpahan. Lalu, apakah kita mau mendengarkan suara-Nya? Jika kita mendengarkan suara Tuhan, maka kita akan selalu mengandalkan kekuatan Tuhan dalam menjalankan tindakan yang kita lakukan. Hal ini akan membuat kita untuk selalu mensyukuri segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan, karena kita telah bersandar kepada-Nya. Jika hal ini terus dilakukan, maka kita akan dibawa ke padang rumput yang hijau sehingga hidup kita semua sungguh menjadi suatu perayaan.

May 05, 202019:28
Mengapa Domba

Mengapa Domba

(03 Mei 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 10 : 1 - 10

(MInggu Paskah ke-4)]

Hari ini adalah hari Minggu Paskah keempat dan biasa juga disebut sebagai Minggu Gembala yang Baik. Bacaan Injil berbicara tentang Yesus yang memperkenalkan diri-Nya sebagai pintu gerbang domba dan juga Gembala yang Baik. Mazmur tanggapan diambil dari mazmur 23 yang menyatakan bahwa “Tuhanlah gembalaku.” St. Petrus dalam Suratnya mengatakan bahwa kita adalah domba-Nya yang hilang, tetapi sekarang telah kembali kepada Yesus sang Gembala [lih. 1 Pet 2:25]. Injil Yohanes tidak memiliki perumpamaan seperti ketiga Injil lainnya, tetapi Yohanes memiliki hal lain, dengan memberikan pernyataan “AKU ADALAH”. Pernyataan tersebut mengungkapkan cara-cara istimewa Yesus berhubungan dengan kita para murid-Nya. Jika Yesus adalah roti kehidupan, kita tidak dapat hidup tanpa memakan Dia. Jika Dia adalah terang, kita tidak dapat melihat dan menemukan jalan pulang. Ketika Yesus menyatakan bahwa Dia adalah pintu domba dan gembala yang baik, ini mengasumsikan bahwa Yesus memperlakukan kita sebagai domba-Nya. Pertanyaannya adalah mengapa domba? Domba bisa bermanfaat juga sebagai hewan ternak. Daging domba adalah salah satu daging terbaik, dan wolnya bisa menjadi kain mahal. Tetapi, apakah Yesus menganggap kita sebagai domba karena kegunaannya? Manusia telah memelihara domba sejak sepuluh ribu tahun. Di Palestina pada zaman Yesus, domba adalah hewan yang sangat umum, sehingga tidak sulit bagi Yesus untuk mengamati kehidupan gembala dan kawanan ternaknya. Apa yang membuat domba berbeda dari kambing adalah bahwa domba tidak memiliki mekanisme pertahanan diri. Kambing di sisi lain dilengkapi dengan tanduk yang keras dan bisa menjadi agresif ketika diserang. Domba pada dasarnya tidak berdaya dan karena itu, mereka sangat bergantung pada gembala untuk melindungi mereka. Kita mungkin menolak gagasan bahwa kita tidak berdaya seperti domba. Bagaimanapun, manusia berada di puncak kerajaan hewan karena kecerdasan dan kecakapan fisik kita. tetapi akan berbeda, jika kita mempertimbangkan kehidupan rohani kita, kita tidak lebih baik dari domba. Tanpa perlindungan Tuhan dan para malaikat-Nya, kita hanya menjadi bulan-bulanan roh jahat. Tanpa hukum dan petunjuk Tuhan, kita hanya membahayakan diri kita sendiri. Lebih penting lagi, tanpa Tuhan, kita tidak bisa diselamatkan. Meminjam kata-kata Uskup Robert Barron, Kekristenan adalah agama keselamatan, dan bukan “self-help religion”. Betapa pun baiknya kita, kita tidak dapat mencapai surga tanpa rahmat Tuhan. Tindakan kita hanya bermakna sejauh itu dibantu oleh kasih Tuhan. Gambaran domba membawa kita pada kesadaran tentang siapa kita. Kita bukan apa-apa tanpa Tuhan, namun walaupun kita lemah secara rohani dan tidak berdaya, Tuhan tetap setia kepada kita dan akan memimpin padang rumput hijau karena Dia adalah Gembala Baik kita.

May 05, 202017:06
Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, Yesus dan Barabas, Kisah Penyaliban Yesus

Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, Yesus dan Barabas, Kisah Penyaliban Yesus

Kisah sengsara Yesus, wafat, bangkit, dan naik ke surga adalah kisah yang tidak asing bagi kita. Dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP  mengajak kita untuk mengenal siapa Barabas dan bagaimana Yesus disalibkan.

May 01, 202014:11
Perjalanan Bersama Yesus

Perjalanan Bersama Yesus

(26 April 2020)

Romo Antonius Adrian Adiredjo, OP

[Bacaan Injil : Lukas 24 : 13 - 35

(Hari Minggu Paskah ke-3)]

Saat memulai perjalanan kedua murid tersebut berjalan ke Emaus dengan meninggalkan Yerusalem. Mereka pergi dengan tujuan yang jelas ke Emaus, tetapi masalahnya apa yang akan mereka lakukan di Emaus. Tujuan mereka di Emaus tidak jelas dan tidak memiliki harapan untuk melakukan apapun di Emaus. Dalam hidup kita juga sama, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Terlebih jika kita hanya bersandar pada kekuatan diri sendiri. Disinilah kita harus sadar bahwa perlu kita mengenali Yesus agar kita tidak hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri, tetapi sabda-Nya seperti yang dialami oleh dua murid yang pergi ke Emaus. Mereka menemukan Yesus ketika Yesus mengajarkan tentang sabda-Nya. Setelah sampai di Emaus mereka melakukan perjamuan bersama Yesus dan Yesus telah mempersiapkan mereka ketika dalam perjalanan menuju Emaus. Ketika dalam perjalanan mereka berbicara bersama Yesus tentang sabda-Nya, untuk dapat mempersiapkan perjamuan di Emaus. Ini merupakan sebuah persiapan untuk menyambut sebuah pengharapan. Ini dapat diartikan sebagai simbol komuni rohani. Ketika menyambut komuni rohani, kita jangan kecil hati karena kita dapat mengerti Tuhan lebih dalam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara rajin mendengarkan sabda Tuhan dan menghayatinya dalam hidup sehari-hari. Jika kita dalam sehari-hari telah menyatukan diri dengan Allah melalui sabda-Nya maka kita telah mengalami komuni rohani. Kesatuan dengan sabda Tuhan membuat hati kita berkobar atau menyala, ada sebuah keinginan bersatu dengan Tuhan lebih dalam lagi. Ini merupakan kesempatan bagi kita untuk selalu mempersiapkan diri kepada Tuhan agar kita semakin haus akan Tuhan. Manfaatkan waktu ini untuk semakin mendengarkan sabda Tuhan, agar dapat bertumbuh dengan Tuhan melalui komuni rohani. Waktu yang kita alami sekarang ini cukup sulit, karena kita tahu sendiri apa yang terjadi sekarang ini. Namun, ini merupakan sebuah kesempatan agar dapat semakin bertumbuh dan bersatu dengan Tuhan, sebagai bentuk perjalanan ke Emaus seperti yang terjadi pada kedua murid.

Apr 28, 202023:41
Emaus : Perjalanan Kembali kepada Tuhan

Emaus : Perjalanan Kembali kepada Tuhan

(26 April 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Lukas 24 : 13 - 35

(Hari Minggu Paskah ke-3)]

Kedua murid pulang ke Emaus. Salah satunya adalah Kleopas dan temannya mungkin adalah istrinya sendiri [lih. Yoh 19:25]. Mungkin mereka takut pada otoritas Romawi dan Yahudi yang mungkin mengejar mereka setelah mereka menghabisi Yesus, sang pemimpin. Kemungkinan kedua, mereka merasa harapan dan mimpi mereka hancur ketika Yesus, sang Mesias yang mereka harapkan, telah disalibkan. Kleopas dan istrinya melakukan apa yang biasanya kita lakukan disaat kesedihan dan kesulitan melanda hidup kita. Mereka saling berbagi cerita dan mencoba memahami apa yang terjadi. Namun, bagi Kleopas dan istrinya, hal ini tidak berjalan dengan baik. Dialog yang terjadi tidak membuat mereka lebih baik. Sebaliknya, mereka menjadi lebih sedih, bahkan mereka tidak bisa mengenali Yesus yang sebenarnya sangat dekat. Memang, kita membutuhkan seseorang untuk berbagi cerita kita, tetapi ketika orang ini tidak siap, terlepas dari niat baiknya, kondisi kita bisa menjadi semakin buruk. Kita perlu ingat bahwa dialog pertama dalam Alkitab terjadi di taman Eden antara Hawa dan sang ular! Yesus datang pada waktu yang tepat dengan membawa Sabda Allah. Pasangan ini sangat diberkati karena mereka mengalami Bible Study yang pertama dan Yesus sendirilah yang membimbing mereka. Namun, Yesus menjelaskan bahwa mereka sebenarnya tahu Kitab Suci, tetapi mereka kurang iman. Ketika kita membaca Alkitab tanpa iman, buku ini tidak lebih dari sebuah novel yang indah atau sebuah teks kuno yang penuh misteri. Hanya dengan iman, kita bisa bertemu Tuhan yang menceritakan kisah-Nya didalam Kitab Suci ini. Tidak heran Yesus berkata kepada mereka bahwa Kitab Suci adalah tentang Dia karena Yesus adalah Allah yang sama yang hadir dalam penciptaan, yang memimpin bani Ibrani dalam eksodus mereka dan yang mengutus para nabi untuk membimbing orang Israel di tanah terjanji. Kleopas dan istrinya mengingatkan kita tentang pasangan yaitu Adam dan Hawa. Setelah dialog pertama dengan Setan yang membawa mereka pada malapetaka, mereka sebenarnya layak menerima kematian. Namun, Tuhan tidak membiarkan kematian merenggut mereka dengan segera, tetapi sebaliknya Dia membuat bagi mereka pakaian dari kulit sebagai tanda perlindungan-Nya. Ketika mereka meninggalkan taman Eden, ini menjadi terakhir kali kita mendengar tentang apa yang terjadi didalam taman tersebut. Mengapa? Tuhan tidak ada lagi di taman itu. Dia mengikuti Adam dan Hawa yang pergi dari Eden. Tuhan tidak ingin mereka pergi lebih jauh dari-Nya tetapi dengan sabar membimbing mereka kembali ke surga. Tuhan tidak hanya membimbing dan menemani Adam dan Hawa, Dia juga berjalan dengan Kleopas dan istrinya, kemudian membimbing mereka ke sebuah tempat di mana mereka menemukan ke Eden yang baru. Mereka mengenali Yesus saat Dia mengambil, memberkati, memecah-mecah dan memberikan roti kepada mereka. Mereka mengenali Yesus saat Ekaristi kudus pertama setelah kebangkitan. Ekaristi adalah Firdaus yang baru. Kisah-kisah kita dalam kehidupan, bahkan yang paling buruk sekalipun seperti dimasa pandemi ini, hanya sungguh bermakna ketika Allah menjadi bagian dari cerita kita. Perjalanan ke Emaus memberi pengertian yang lebih dalam tentang tujuan Misa Kudus. Dalam Misa, kita selalu memulai dengan membaca Kitab Suci karena kita diundang untuk melihat kisah-kisah kecil kita dalam kisah-kisah terbesar Allah. Ketika kita menemukan makna hidup kita di dalam Allah, itulah saatnya kita menemukan Yesus sungguh hidup dalam liturgi Ekaristi.

Apr 27, 202019:36
Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, Sanhedrin, Pontius Pilatus, dan Petrus

Katekese Katolik : Kisah Sengsara Yesus, Sanhedrin, Pontius Pilatus, dan Petrus

Kisah sengsara Yesus, wafat, bangkit, dan naik ke surga adalah kisah yang tidak asing bagi kita. Namun dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP mengajak kita untuk lebih memaknai misteri iman kita dengan mengenali kisah sengsara Yesus mulai dari peranan Sanhendrin, Pontius Pilatus, dan penyangkalan Petrus.

Apr 24, 202012:31