Pergumulan Teras

Narkoba sudah merambah ke berbagai kalangan mulai dari politisi, artis, sampai ke bangku pendidikan. Penyuluhan pun digencarkan, dan hukuman juga dipertegas, tapi tetap saja nama-nama pelaku kerap mucul di pemberitaan. Di sisi lain, negara-negara maju malah melegalkan salah satu jenis narkoba untuk kebutuhan kesehatan sampai dijadikan produk furniture. Sebenarnya bagaimana kita harus menyikapi barang haram tersebut? Mengapa barang tersebut harus ada? Apakah hanya dampak negatif yang dimiliki narkoba? Mari kita bergumul.

Sudah 492 tahun, Jakarta melewati berbagai masa pemerintahan dari era Belanda hingga Indonesia Merdeka. Kota yang dulu disebut Batavia ini juga mengalami 13 kali pergantian nama. Memiliki gelar sebagai ibu kota, Jakarta menjadi tolok ukur Indonesia di kancah mancanegara. Namun masih banyak hal yang harus dibenahi dari kota metropolitan ini. Mulai dari transportasi, tata kota, hingga budaya. Memasuki umur yang hampir setengah abad ini, apa yang kamu harapkan dari Jakarta? 

Bukan maksud menggurui, ini semua berdasarkan pengalaman pribadi kami. jangan sampai salah langkah, kesempatan sudah di depan muka. setiap orang punya cara beda-beda, semoga cerita dari kami ada hikmahnya. 

Interaksi satu sama lain menjadi kegiatan sehari-hari sesama manusia. Sangking majemuknya karakter setiap manusia, tentu kita pernah menemui orang-orang yang dianggap menyebalkan bahkan sampai merugikan orang lain. Ternyata selain berinteraksi dengan manusia, percaya atau tidak ada orang-orang yang pernah berinteraksi dengan makhluk lain yang biasa disebut setan. Bagaimana ketika manusia berinteraksi dengan setan? Lebih menyebalkan mana? Orang atau setan? Atau orang yang kek setan? 

Mengingat-ingat masa sekolah terkadang menjadi obat mumetnya pekerjaan yang digeluti sekarang. Berkumpul bersama teman, bersenang-senang seharian, bukan menjadi sebuah wacana. Mengingat  para pekerja cukup sulit menciptakan kembali keadaan seperti itu. Setidaknya masa sekolah menjadi sejarah, kalau dulu kita pernah bahagia bersama wahai kawan.    

Seks mungkin masih menjadi hal yang tabuh bagi sebagian orang. Banyak dari mereka yang menghindari percakapan ketika  membahas tentang seks. Bahkan ada pandangan bahwa sesesorang yang membahas seks dianggap tidak baik sehingga ia enggan untuk membicarakannya lagi. Padahal sikap seperti itu akan menimbulkan minimnya pengetahuan tentang seks. Kita sebagai manusia akan mengalami beberapa kerugian, terlebih para wanita. Mengapa wanita menjadi pihak yang paling dirugikan? Bagaimana budaya sebagian orang dalam memandang seks?

Sejak memasuki era industri, media berlomba-lomba menyajikan konten menarik. Bahkan ada beberap media yang membuat konten hiburan tanpa memerhatikan nilai edukasi, supaya rating tetap tinggi dan jumlah pembaca tetap banyak. Sudah mendapat teguran bahkan sampai dihentikan, keesokannya muncul lagi bermodalkan tambahan kata bukan-nama program. Sebagai publik yang mengkonsumsi konten media, apa yang harus kita lakukan? Bagaimana kita menyikapi konten-konten media?

Setiap orang  yang ada di hidup kita pasti punya peran, entah itu sebagai orang tua, teman, pacar, dan sahabat. Terlebih sahabat, apa yang menjadi tolok ukur seseorang untuk menjadi seseorang yang lebih spesial daripada teman itu? Apakah memang ada yang namanya sahabat? Lalu bagaimana kita bersikap dengan teman-teman lain yang bukan sahabat?   

Setelah semakin banyaknya acara TV yang tidak berkualitas, mulai dari progam acara nangis-nangis sampe pukul orang pakai gabus (styrofoam), muncul satu platform yang menjadi harapan. Youtube, diharapkan menjadi alternatif bagi user yang sudah tidak nyaman lagi dengan program TV. Namun lambat laun mulai terlihat Youtube sudah tidak lebih dari TV lagi, sudah tidak "boom" lagi, seperti yang diserukan oleh Youtuber Indonesia generasi pertama. Mulai muncul konten-konten toxic yang kualitasnya sama saja dengan TV. Siapa yang salah? Content Creator yang tidak kreatif? Viewers Toxic? Atau kita yang harus pandai memilah milah?

Belakangan ini sering banget muncul kata-kata "Milenial". Karena begitu banyaknya populasi milenial di Indonesia, para calon pemimpin memanfaatkan golongan ini untuk merebut suara. Sementara itu masa-masa milenial sangat dekat dengan keadaan dimana mereka harus menentukan jalan hidupnya. Mulai dari menentukan masuk kelas IPA atau IPS, jurusan kuliah, sampai jenis pekerjaan. Apakah pilihan mereka sudah tepat? Seharusnya sejak kapan mereka menentukan pilihan?