Ruang Baca Puan
By Sekolah Literasi Ekofeminis
Ruang Baca PuanDec 27, 2021
PENGALAMAN TUBUH & SASTRA PEMBEBASAN #3 - Pembebasan Terhadap Tubuh Perempuan Yang Sakit - Meike Inda Erlina, Bengkulu
Sadarkah kita bahwa cara memperlakukan tubuh juga berkaitan dengan bagaimana manusia memperlakukan alam. Contohnya, pengalaman ketubuhan perempuan berbeda dalam melewati siklus mentruasi yang seringkali menyakitkan, apalagi kalau ini terjadi di dunia kerja yang kompetitif dan menganut sebuah sistem “kamu bekerja maka kamu akan diupah”. Tak heran, banyak perempuan pekerja harus kuat dalam kondisi tertekan fisik dan emosional karena tuntutan kerja yang menganut kapitalis patriaki. Seperti diungkap Meike Inda Erlina, dia mencurigai bahwa penyakit dan siklus menstruasi yang dialami tak lepas dari kondisi lingkungan yang kian krisis. Muncul ingatan saat mewawancarai tokoh perempuan di desa Lubuk Resam, Bengkulu yang menyebut, di alam tersedia obat yang dapat membantu perempuan menjaga kesehatan reproduksi. Saat KKN dan mengalami sakit lambung, dia pernah diberi ramuan gerusan kunyit dan madu hutan, begitu pula saat mengalami penyakit Lipoma. Kebanyakan ramuan itu tersedia di hutan. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi dengan tubuh kita ini jika semua makanan dan obat-obatan yang seharusnya tersedia di alam perlahan-lahan langka karena dibabat habis oleh perusahaan industri ekstraktif yang memperluas konsesinya dengan cara menebangi hutan.
PENGALAMAN TUBUH & SASTRA PEMBEBASAN #2 - Sastra Hijau: Panggung untuk Meraung - Yoseph Boli Bataona, Flores, NTT
Belakangan ini Fatumnasi amat populer sebagai salah satu destinasi andalan di Persada Timor. Ibarat Taman Eden, bagi kaum muda alam Fatumnasi amat instagramable. Namun, di balik keindahan itu tersimpan memori kelam gerakan perempuan yang dipimpin Aleta Baun dengan spirit kearifan lokal menghadang aksi pertambangan di bumi Mollo dengan petuah adat, sir adalah darah, hutan adalah rambut, tanah adalah daging, batu adalah tulang. Upaya membumikan narasi perjuangan ini tertuang pada cerpen Kanuku Leon karya Dicky Senda. Cerpen ini menjadi bukti bahwa karya sastra turut terlibat dalam menyebarluaskan narasi ekologis. Para penulis ditantang untuk menjaga kokohnya jembatan sastra hijau yang berorientasi kearifan lokal. Spirit sastra hijau mesti selalu diagungkan di bumi nusantara. Supaya narasi sosial-ekologis menjadi api bagi perjuangan bersama. Hanya dengan spirit ini, Fatumnasi dan pelosok lain yang bernasib tragis mendapat panggung untuk meraung.
PENGALAMAN TUBUH & SASTRA PEMBEBASAN #1 -“Peran Sastra Mengantar Ekofeminisme" - Ananda Nabilah,Balikpapan, Kalimantan Timur
Sebagai cerminan sosial masyarakat, karya sastra tak terlepas dari kritik yang dibangun sang penulis. Fenomena krisis alam, kerusakan lingkungan yang secara langsung maupun tidak berdampak pada posisi dan eksistensi kaum perempuan dapat ditemui dalam karya Ayu Utami, Dee Lestari, Djenar Maesa Ayu, Okky Madasari dan lainnya memberi warna pada eksistensi sastra di Indonesia sebagai wadah kritik terhadap ketimpangan sosial, kesetaraan gender, kebudayaan masyarakat dan memberi jiwa pada figur perempuan itu sendiri untuk mampu menulis dan berkarya. Sastra adalah medan, Menulis adalah senjata, dan Ekofeminisme adalah prinsip. Sastra hijau dan ekofeminisme menjadi bukti penindasan juga dapat melahirkan perlawanan, sehingga perlindungan dan kesadaran perlu disebarluaskan.
PERLAWANAN YANG MENUBUH #3 - Puan Penjaga Kinipan & Ekofeminisme Harapan, Taibah Istiqamah, Kalimantan Tengah
Taibah Istiqamah
Penangkapan paksa Effendi, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan pada 26 Agustus 2020 viral saat istrinya berusaha mencegah penangkapan oleh aparat sambil merekam melalui ponselnya. Video tersebut membuka mata masyarakat tentang konflik panjang yang menggerogoti hutan adat Kinipan di Kalimantan Tengah. Hutan adalah segala-galanya. Ini menjadi pijakan kuat dalam perjuangan menyelamatkan hutan adat Laman Kinipan. Keberadaan mereka sebagai masyarakat adat pun belum diakui negara padahal mereka eksis sebelum negara ini terbentuk. Kini, perempuan Kinipan mulai menemukan titik kuatnya, mereka bersuara dan berjejaring meski tak banyak dilihat oleh media dan publik. Tapi inilah benih itu, benih ekofeminis harapan.
PERLAWANAN YANG MENUBUH #2 - Darnelis dan Para Perempuan Berlawan, Melva Harahap, Jakarta
Melva Harahap
Manusia mengandalkan air, lahan, energi, keanekaragaman hayati dan ekosistem yang sehat untuk menjamin kelangsungan hidup. Perempuan menjadi penerima dampak terbesar saat lingkungan rusak, namun gerakan perempuan dalam pengambilan keputusan masih minim. Gerakan perempuan Salingka Gunung Talang menjadi triger dalam menolak rencana pembangunan proyek pembangunan pembangkit listrik Geothermal Gunung Talang-Bukit Kili. Di Sulawesi Tengah, perempuan mulai berserikat menentang perkebunan sawit yang membuat masyarakat tak berdaya saat ruang hidupnya dirampas dan menjadikan mereka buruh perkebunan. Perempuan Kendeng membuka mata kita tentang fungsi karst saat aksi menyemen kaki di depan istana negara. Begitu juga yang dilakukan Mama Aleta Ba’un saat memimpin perjuangan perempuan menentang eksploitasi tambang marmer di NTT. Perempuan-perempuan iniberlawan untuk mempertahankan tanah, budaya, dan kearifan lokal sebagai wujud kesadaran atas ruang hidup manusia.
PERLAWANAN YANG MENUBUH #1 - Perlawanan Sehari-hari Bernama Nasi Aking dan Boenthelan, Vieronica Varbi Sununianti, Palembang
Varbi Sununianti
Tradisi nenek moyang kita sudah menerapkan gaya hidup ramah lingkungan yang dilupakan atas nama modernisasi. Nasi Aking sebutan untuk nasi sisa kemarin yang dijemur saja bisa menjadVieronicai olahan nikmat. Di Jawa, nasi aking yang digoreng menjadi cemilan cangkruk atau kerupuk karak kalau ditumbuk dan direbus. Dan kini dijadikan bahan membuat plastik biodegradable ramah lingkungan. Tradisi membungkus dan membawa barang dengan sehelai kain persegi bernama Buntelan nyaris terlupakan. Nama lainnya, ules atau pundutan dalam bahasa Banjar, hingga penggunaan wadah besek dari bambu, kerinjing dari anyaman rotan dan ambung hingga noken dari Papua. Olahan pangan dan kriya tersebut diwariskan perempuan turun temurun dan mulai digalakkan lagi lintas generasi atas dasar keprihatinan terhadap limbah sampah plastik. Lamgkah ini menunjukkan perempuan menjadi subjek nyata perubahan ekologi.
TUBUH KEDUA & MULTISPESIES #2 - Elok Menemukan ‘Cantiknya’ diantara Kosmetik dan Kimia Racun, Nur Alifah, Jakarta
Standar kecantikan menjadikan perempuan sebagai obyek penilaian sekaligus menumbuhkan rasa kurang percaya diri. Budaya bersolek membuat perempuan berlomba-lomba menjadikan dirinya yang‘tercantik" untuk memenuhi standar kecantikan dari industri kapitalis. Mereka rela mengorbankan tubuhnya dengan bermacam kandungan yang menyebabkan kerusakan dan keracunan. Standar kecantikan adalah sebuah kebohongan dan patut untuk ditiadakan. Seburuk apa pun perkataan sekitar, tetaplah menjadi dirinya sendiri.
TUBUH KEDUA & MULTISPESIES #1 - Antara Ekofeminis, Kesejahteraan Satwa dan Feed Not Bomb, Citra Referandum, Jakarta
Meski banyak dikecam, memelihara satwa liar masih menjadi tren. Habitat asli satwa liar tergerus dan rusak akibat perampasan ruang, pengalihfungsian lahan, perubahan iklim, dan pencemaran lingkungan. Kasus viral menyita perhatian dunia adalah eksploitasi seksual terhadap Pony, orang utan betina di Kareng Pangi, Kalimantan Tengah. Ia diculik, dipisahkan dari induknya lalu dieksploitasi secara fisik dan seksual bertahun-tahun. Inilah imbas sistem ekonomi kapital-patriaki yang berujung pada krisis sosial ekologis. Perempuan dan satwa ditempatkan sebagai obyek. Mereka mengontrol dan mengeksploitasi tubuh perempuan sehingga melatarbelakangi kritik ekofeminis. Setidaknya, kasus pelanggaran HAM bertautan dengan pelanggaran terhadap prinsip kesejahteraan satwa.
EKOFEMINIS & POLITIK PANGAN #4 - Ekofeminis di Ladang Samba Bakumpai Yuliana, Kalimantan Tengah
Kegiatan berladang dianggap pemicu pasca Kalimantan Tengah diselimuti asap akibat kebakaran hutan dan lahan pada 2015. Bahkan mendapat peringatan keras yang tertuang dalam Peraturan Gubernur. Padahal luas wilayah Kalteng 15,3 juta hektar dan 12,7 nya dikuasai oleh perusahaan perkebunan. Negara memilih menertibkan peladang dan mengesampingkan makna berladang "malan" sebagai kearifan lokal bagi masyarakat Dayak dalam mengelola alam.
EKOFEMINIS & POLITIK PANGAN #2 - Pengalaman Mama Marlinda dan Pangan Nusantara
Mariana Yunita H Opat
EKOFEMINIS & POLITIK PANGAN #1 Perempuan, Patriarki & Pangan LokalNunuk Parwati Songki, Makassar
PEREMPUAN & MASYARAKAT ADAT #3 - Perempuan Adat Menulis Sejarahnya Sendiri
Yuyun Kurniasih, Bogor
PEREMPUAN & MASYARAKAT ADAT #2 - Generasi Muda Adat & Pusaran Modernitas, Siti Marfu’ah, Bogor
PEREMPUAN & MASYARAKAT ADAT #1 - Dari Ma’anyan ke Kinipan: Perbudakan dan Perlawanan Masyarakat Adat, Meta Septalisa, Palangkaraya
PEREMPUAN, RISIKO BENCANA & INFRASTRUKTUR #3 - Kampung Wuring Melawan Sampah Maria Apriani Kartika Solapung, Sikka Maluku
Lagi-lagi sampah. Siapa sangka kampung nelayan yang jadi pemasok ikan terbesar ke kota Maumere, Flores, dan mancanegara ini dijuluki kampung sampah. Kumuh karena banyaknya sampah berlabuh di kampung yang berada di teluk. Minimnya pengolahan dan fasilitas pembuangan sampah membuat warga sulit membuang sampah pada tempatnya dan laut pun menjadi Tempat Pembuangan Akhir. Sampah harus menjadi prioritas utama bàgi pemerintah setempat dalam menggalakkan kebersihan. Kalau dibiarkan bencana ekologi dan masalah kesehatan menjadi bumerang akibat mengonsumsi sampah microplastik yang dibawa oleh ikan-ikan yang kita makan hari ini
PEREMPUAN, RISIKO BENCANA & INFRASTRUKTUR #2 - Perempuan, Risiko Bencana dan Pemetaan - Genta Mahardhika Rozalinna, Malang, Jawa Timur
Tukik-tukik kecil semburat dari lubang pasir yang berwarna hitam legam. Inilah Pantai Golo yang memiliki sumber daya alam berupa pasir bijih besi dan kini menyisakan kerusakan akibat eksploitasi tambang yang berpotensi dibayangi bencana baru, tsunami. Di tengah ancaman tersebut, ada upaya mitigasi bencana melalui kegiatan pemetaan digital namun tidak diindahkan oleh warga karena dianggap bencana belum terjadi. Padahal perempuan berisiko 14 kali lebih tinggi menjadi korban bencana dibanding pria dewasa. Mirisnya, desa ini pun belum diikutsertakan oleh Pemerintah sebagai Desa Tanggap Bencana. Tentu ini peer di negara yang berjuluk Negeri Cincin Api.
PEREMPUAN, RISIKO BENCANA & INFRASTRUKTUR #1 - Politik Perempuan & Infrastruktur Kampung - Selvia Hayyu Netra, Bengkulu
Apa jadinya kalau perempuan berpolitik?Jalan koral, masjid, lapangan bola voli dan fasilitas desa ini wujud nyata perjuangan kesetaraan Kelompok Perempuan Pelestari Bukit Kayangan. Konflik agraria justru menjadi jalan kaum perempuan mengambil peran politik. Mengorganisasi diri, membuat aktivitas kelas belajar sampai kebijakan perlindungan atas sumber air di kampung.
Kebun komunal dijadikan alat dan menanam sebagai cara berlawan.
Di kebun itu juga mereka bertemu, bertukar cerita, dan menyusun strategi.
Di pelosok yang jauh dari perkotaan ini pula mereka mampu melawan budaya patriarki.
CERITA TUNGGAL & KRITIK ATAS PEMBANGUNAN #3 - Antara Saya, Adichie dan Ijaewale - Safaranita Nur Effendi, Bandung
Kamu harus menjadi seorang Ibu yang bisa apapun. Kenyataan, perempuan diajarkan tidak harus unggul dalam hal apapun dari lelaki. Padahal kalau perempuan tidak berilmu, apa yang harus diajarkan kepada anaknya.
CERITA TUNGGAL & KRITIK ATAS PEMBANGUNAN #2 - Etika Tanah-Air untuk Menantang Logika Pembangunan Ayom Mratita Purbandani, Surabaya
Harmoni dengan alam adalah harmoni dengan Teman. Tentu tidak benar kalau kita menyayangi salah satu tangannya tapi justru memotong tangan yang lain. Inilah logika pembangunan yang terjadi di Tanah Air. Seringkali pembangunan justru meminggirkan dan mengabaikan nilai pengetahuan juga pengalaman perempuan dalam kekayaan alam secara struktural. Kehidupan modern yang diidamkan haruskah mengadopsi pembangunan ala kolonial ?
CERITA TUNGGAL & KRITIK ATAS PEMBANGUNAN #1 - Dibalik Cerita Tunggal “Kesejahteraan” Indah Rahmasari, Surabaya
Apa sejahtera versi kamu? Memiliki keluarga bahagia, punya banyak uang, rumah mewah atau memiliki barang mahal dan trendi. Standar sejahtera ini membawa banyak perempuan masuk dalam lingkaran ekonomi kapitalis yang membuat berprilaku konsumtif. Kita lupa bahwa barang yang kita miliki mempunyai jejak ekologi yang panjang yang mungkin membuat orang lain mengalami kehilangan, seperti kisah dibalik emas seserahan perkawinan. Yuk simak!