Tergantung Pada Kata
By Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya - FIB UI
Tergantung Pada KataOct 09, 2020
KECAP
Produser program tak mau ketinggalan. Bersembunyi di balik kata-kata yang baunya ilmiah dan dipenuhi kajian kebudayaan, sebenarnya dia sedang menulis surat cintanya pada kecap. Kecap, tak cuma katanya saja yang dipinjam-pinjam dari China, ke Nusantara lalu ke Eropa dan Amerika. Tapi bentuk dan rasanya juga ikut bermetamorfosa. Inilah kata kecap bersama Hilman Handoni.
Gardu-gardu S.E.N.D.U
Gardu adalah perangkat mata-mata efektif. Juga ruang indoktrinasi yang tak habis-habis. Meski pada kebanyakan malam ruang sekira dua kali tiga meter ini lebih banyak jadi saksi kaum peronda bermain gaple sambil menghabiskan malam. Bagaimana metamorfosis gardu menjadi ruang mati? Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Fitria Sis Nariswari berusaha menjawabnya.
Terkait (daripada yang mana ndasmu!)
Telah ratusan purnama Uu Suhardi meringkas dan meringkus kata-kata sebagai editor bahasa di Majalah TEMPO. Sepanjang itu pula dia menemukan banyak keteledoran, kemalasan, dan ketergesa-gesaan yang bersembunyi di balik kata-kata. Menyamarkan diri sebagai siasat dan ekonomi kata, yang kadang malah bikin bingung pembaca. Kata terkait adalah salah satu cerminannya.
(Jangan) Panggil Kami Tuli
Tak ada niat merendahkan atau intensi hendak menghina, ketika ilmuwan di tahun 50-an menulis kata "tuli" dalam judul penelitian. Tapi belakangan kata itu berkembang jadi semacam amplas nomor 100 yang kasarnya minta ampun. Apa hubungan fenomena ini dengan Orde Baru atau sopan santun berbahasa, berbangsa, dan bernegara? Silva Isma pengajar bahasa isyarat di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia menguraikan salah satu atau salah banyak penyebabnya... Tapi tidak. Tidak dalam bahasa isyarat.
Nenek Moyangku Orang Pelaut!
Berbeda dengan bahasa Inggris yang memerlukan dua kata niece/nephew atau brother/sister, bahasa Indonesia cuma butuh kakak/adik dan keponakan untuk konsep yang sama. Non-diskriminan dan efisien! Tak perlu ada pembeda atau keterangan yang mesti diimbuhkan. Totok Suhardijanto, pakar linguistik dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia mengajak Anda menjelajahi aneka kamus, menelusuri sejarah kata nenek sambil bernyanyi riang: Nenek moyangku orang pelaut.....
K#NC#$NG!
Penyair dan dosen Fakultas Ilmu Budaya UI, Ibnu Wahyudi menceritakan pengalamannya yang tragis tapi juga jenaka mengenai kata makian. Salah meluncur, kata itu segera menerbitkan rona merah di pipinya. Bukan. Bukan karena malu.
Kata makian, semacam anjay yang bikin heboh hari-hari ini cuma satu dari puluhan atau bahkan ratusan kata-kata di nusantara yang tabu tapi juga bikin seru. Mengakrabkan bagi yang satu, tapi bagi yang lain bikin marah dan ngilu. Tergantung Pada Kata edisi kali mengajak Anda nimbrung dalam tongkrongan Ibnu Wahyudi sambil meneropong dan menimbang-nimbang kata makian dan hubungannya dengan kita.
DUKUN
Dari pengobatan alami yang memasukkan aspek sufistik, dukun atau perdukunan sekarang telah turun derajat. Tereduksi jadi hanya dan semata-mata praktik klenik dan mistisisme. Bagaimana jalan panjang kata dukun hingga turun kasta? Nazaruddin, M.A, dosen jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia membawa kita berpetualang dari Persia hingga nusantara untuk menyelidiki kata "dukun".
Podcast ini diproduksi Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Didukung oleh Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.