TyologiMay 09, 2021
Sapiens sampai Muhammad
Sejak 70 ribu tahun lalu, tiba spesies baru yang menguasai planet kita. Konon makhluk ini disebut bijaksana. Tapi benarkah demikian? Berkat immajinasi kolektifnya, sapiens bahkan bisa saja membangkitkan Yesus atau Muhammad dengan rekonstruksi genetika di kemudian hari.
Agama, Ideologi, Transformasi
Agama dan ideologi kerap bekerja sama dalam babak-babak sejarah. Di tangan Hanafi, kedua itu digunakan merekonstruksi banyak hal. Teologi misalnya, menjelma sebagai antropologi.
Dusta dan Dusta Putih
Seribu kebohongan berasal dari satu kebohongan sederhana. Dampaknya, bisa jauh lebih merusak daripada yang kita duga. Sam Haris mahfum betul hal tersebut. Ia menguraikannya panjang lebar dalam buku “Dusta”.
Tubuh Minoritas
Menjadi penyandang disabilitas bukan berarti meilliki tubuh yang rusak atau cacat, melainkan tubuh minoritas, tubuh yang berbeda bentuk dengan tubuh sebagian besar orang. Dan hampir sepanjang waktu, tubuh itu didefinisikan oleh non-penyandang disabilitas dengan pelbagai predikat yang tidak adil.
Bahagia Orang Lain Susah
Banyak yang menghibur diri dengan membandingkan diri dengan orang yang lebih susah, dengan memanfaatkan schadenfreude, banyak yang hendak memulihkan keminderannya dengan merayakan orang lain yang nasibnya tidak lebih baik dari kita. Inilah kenapa gosip bisa begitu menyenangkan, sebab kita memanfaatkan kesialan orang lain buat membantu kita lupa sama kesialan pribadi.
Gus Dur Si Kosmopolit
Gagasan-gagasan Gus Dur juga penting demi melerai gelombang Arabisasi terhadap umat muslim Indonesia. Gus Dur melakukan kontra hegemoni, ia melakukan pribmuisasi agar kita tidak tercerabut dari akar kultural.
Gus Dur mengawal proses pribumisasi ini dengan kaidah fiqh al-‘adah muhakkamah (adat istiadat bisa menjadi hukum) dan al-muhafazatu bi qadimis ash-shaih wal-ahdzu bil jaded al-ashlah (memelihara hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik lagi).
Ada Serigala Dalam Dirimu
Seorang tua berkata kepada cucunya: “Ada pertempuran bergulir dalam darahku. Pertempuran sengit antara dua ekor serigala. Satu jahat: murka, tamak, dengki, pongah, dan pengecut. Satu lagi baik: damai, mencintai, santun, murah hati, jujur, dan bisa dipercaya. Kedua serigala itu bertempur dalam dirimu dan dalam diri semua orang lain juga.”
Sesudah sejenak, cucunya bertanya, “Serigala mana yang akan menang?”
Si orang tua tersenyum. “Yang kamu beri makan.”
DEMOTIVASI 2: Hidup Bahagia Ala Medioker
Poin menarik lain dari Demotivasi jilid 2 ini adalah menjadi istimewa dengan biasa-biasa saja. Syarif Maulana menguak fakta yang secara menyedihkan sering sekali kita hindari, bahwa kompetisi terbengis dalam kehidupan adalah bersaing nama baik siapa yang layak dikenang sejarah. Tengoklah piramida dan Sphinx yang dibangun dengan jutaan nama-nama anonim yang mati mengangkut berat dan banyaknya batu bata, yang hanya meninggalkan nama Firaun sebagai satu-satunya nama yang dikenang sejarha.
Fajar, Luka Penolakan, & 5 Infeksi Hati Lain
Kata kunci penting mengenai penolakan adalah desensitisasi. Ketika seseorang semakin terpapar dengan penolakan, seperti SPG, sales, atau punya otot emosi kuat untuk segera bangkit dari luka penolakan, maka semakin ia tangguh ketika ditolak dunia. “Apa yang tak bisa membunuhmu akan membuatmu jauh lebih tangguh,” ujar Nietszche, sebuah penjelasan heroik untuk istilah desensitisasi.
Bunuh Diri dan Banyak Hal yang Tak Selesai
Secara metode, ada perbedaan yang sangat mencolok dalam bundir kedua gender ini. Laki-laki cenderung keras seperti menembak pistol, gantung diri, dan loncat dari lantai tinggi. Sedangkan perempuan bisa berupa menenggelamkan diri atau sekadar minum racun seperti yang Romeo kira dilakukan oleh Juliet. Di titik ini, aku penasaran, kalau Lucinta Luna bunuh diri, metode apa yang akan dipakai? Mungkin loncat dari Burj Kalifa sambil menegak arsenic.
Selain itu data juga menunjukkan kalau orang jomlo punya risiko bunuh diri dua kali lipat ketimbang orang yang sudah menikah. Sedangkan seorang duda atua janda punya risiko bunuh diri empat sampai lima kali lipat bundir ketimbang yang masih menikah. Ini artinya kalau mau selamat dari diri sendiri, menikahlah, kalau mau lebih selamat lagi, usahakan jangan cerai. Lebih baik dibunuh istri sendiri ketimbang bunuh diri.
Ilusi Identitas Tunggal & Kekerasan Amartya Sen
Tahun 1931, Gandhi saat itu diundang di Barat, lalu diperkenalkan sebagai representasi dari peradaban Hindu, India. Saat itu Gandhi dengan tegas menolak reduksionisme tersebut. Ia bicara dengan lantang, “ India atas nama ‘jutaan rakyat yang tidak terdidik, yang telah bekerja keras, namun perutnya masih lapar’….” Dan golongan yang ia sebut tersebut mewakili 85% rakyat India.
Yakin Hidupmu Sudah Esensial? Seni Berpikir Hampir Segalanya Gak Penting
Salah satu hama mental adalah asumsi bahwa hampir segala hal penting, segalanya harus dilakukan sekarang, dan tunduk pada hal-hal populer. Esensialisme memberi jalan keluar dari masalah itu, dengan membuka pintu menuju pola pikir baru: hampir segala hal tidak penting untuk kamu.
Bangsa Tanpa Nasionalisme
“Kalau ada sesuatu yang berguna untuk diriku tapi merugikan keluargaku, aku akan menolaknya. Kalau ada yang berguna untuk keluargaku tapi merugikan tanah air, aku akan melupakannya. Kalau ada yang berguna untuk tanah air tapi merugikan umat manusia, akan aku anggap itu sebagai kejahatan!”
Sejarah Singkat (Banget) Kapitalisme
Kepemimpinan & Neurosains
Buku ini punya storytelling yang bagus, dan lebih menarik lagi, Simon Senek pakai pendekatan neurosains yang bagus ketika menjelaskan kepemimpinan. Semuanya akan kita bahas sampai tuntas.
Oh ia, kalau kata seniorku pemimpin adalah keteladanan, Simon Senek punya definisi lebih lengkap: “Jika tindakan Anda mengilhami orang lain untuk lebih banyak bermimpi, lebih banyak belajar, dan lebih banyak berbuat, maka Anda adalah pemimpin.”
Filsafat Tubuh Merleau-Ponty
Tubuh manusia adalah diskursus yang teralienasi dalam sejarah filsafat. Sokrates mengatakan tubuh adalah penjara jiwa. Plato mengatakan tubuh tidak lebih utama daripada jiwa. Filsafat Islam dan filsafat Kristen zaman pertengahan pun mengasosiasikan tubuh dengan dosa. Era renaisans, Descartes menempatkan tubuh hanya sebagai mesin. Seolah-olah akal budi atau jiwa adalah yang hegemonial dan tubuh marginal; akal budi adalah yang utama dan primer, sedangkan tubuh adalah yang sekunder; akal budi adalah superior sedangkan tubuh inferior.
Merleu Ponty datang untuk mematahkan status quo. Bagi filusf Perancis ini, tubuh jauh lebih utama ketimbang akal budi.
Aturan 5 Detik
Perempuan Adalah Apa yang Tak Tertulis
Mencintai Ketidaksempurnaan Apa Adanya
Kebebasan sejati adalah menerima ketidaksempurnaan kita apa adanya—tanpa penyangkalan secuil pun.
Haemin Sunim memandu kamu untuk kenalan dengan dirimu sendiri. Bahkan dengan masa kanak-kanakmu yang masih memikul luka, yang menunggu kamu datang mengajarinya cara memaafkan sesuatu yang tak bisa berubah.
Buku ini mengingatkan kita bagaimana memaafkan dengan tenang tanpa melupakan amarah dan kebencian, bagaimana memandang orang-orang yang berbuat buruk kepada kita dengan pandangan iba, bagaimana mengamati bibit-bibit depresi sepersis awan hitam yang akan segera berlalu bila kita tidak menahannya lebih lama.
Kebebasan sejati adalah menerima ketidaksempurnaan, ketika seluruh dunia menuntut kita hidup sebagai adimanusia. Barulah setelah itu seisi dunia akan melihat bahwa kita dan semua orang memang layak untuk merasa dicintai.
Psikologi Duit
Kebenaran lain soal manusia adalah, kita hidup di dunia materialistis tapi tujuan kita sesungguhnya adalah sesuatu yang non-material. Morgan Housel menulis surat kepada anaknya dalam soal ini: “Boleh jadi kamu pikir kamu ingin mobil mahal, arloji keren, rumah besar, dan gaya hidup Indra Kenz. Tapi saya mesti bilang, sebenarnya kamu tak ingin itu. Kamu sebenarnya ingin rasa hormat dan kagum dari orang lain, dan kamu pikir barang mahal akan mendatangkannya. Hampir tidak pernah begitu—terutama dari orang-orang yang kamu inginkan rasa hormat dan kagumnya.”
Neraka Holocaust dan Bagaimana Bertahan Hidup
Nyusull
Why is Sex Fun? Dari Reproduksi ke Rekreasi
Ketika Cina Menguasai Dunia
Ujung Sejarah dan The End of Fukuyama
Misteri Babi, Sapi, Perang, dan Tukang Sihir
Selama mengajar, Marvin Harris kerap menerima pertanyaan tentang kenapa sapi suci dan babi haram, serta apa latar belakang dari perburuan tukang sihir di zaman silam. Itu memang pertanyaan sederhana tapi jawabannya bisa sangat rumit. Buku ini adalah upaya Harris menyelidiki apa yang sesungguhnya tersembunyi di balik sakralisasi yang disematkan kepada topik-topik itu.
Fabel Aesop
Dari Nol Ke Satu
Soal itu sulit dijawab meski terkesan enteng. Pertanyaan itu sulit dijawab secara intelektual karena pengetahuan yang diajarkan sekolah pada umumnya membuat kita berpikir seperti kebanyakan orang. Pertanyaan itu sulit dijawab secara psikologis karena siapa pun yang menjawab harus mengatakan suatu pendapat yang ia tahu tak populer. Pemikiran cemerlang itu langka, tapi orang yang berani jauh lebih langka daripada orang yang genius. Jawaban yang bagus dari pertanyaan itu mengambil bentuk begini: "Kebanyakan orang percaya kepada x, tetapi yang benar adalah kebalikan dari x."
Aforisme Taleb
Berani Tidak Disukai
Segala masalah dan solusi, berkah dan kutukan, tawa dan tangis, selalu bermukim dalam hubungan interpersonal kita. Hubungan sosial adalah asal muasal segala rasa
Pengembaraan Kosmos
Kosmologi ke Dialog
Deskripsi nyusul
Monelle: Yang Datang Dari Malam, Dan Pulang Ke Dalam Malam
Deskripsi nyusul
Kritik Akal Budi Kant
Deskripsi nyusul
Mengapa Nietzsche Begitu Riya?
Pernah ia dihantam pusing selama tiga hari diikuti batuk dahak tak tertahan. Setiap dokter yang ia datangi tak dapat mendiagnosis penyakitnya. Padahal ia selalu sakit perut, letih, asam lambungnya naik, mata kabur. Tapi dari jurang penderitaan itu, Nietzsche sadari, periode panjang rasa sakit adalah asal muasal kekuatan seseorang. "Apa yang tak dapat membunuhmu, akan membuatmu lebih tangguh."
Kejatuhan dan Kebebasan Sartre
Deskripsi nyusul ya
Orang Lain Adalah Neraka
Pintu Tertutup, diterjemahkan oleh Asrul Sano dari drama No Exit filsuf eksistensialis itu. Tokohnya ada tiga: Garcin, Inez, dan Estelle. Garcin adalah jurnalis cum sastrawan, satu-satunya lelaki di kamar neraka, dan dosa utamanya adalah ketidaksetiaan kepada istri yang amat setia kepadanya. Sedangkan Inez seorang lesbian sinis yang meninggal gara-gara bunuh diri. Terakhir, Estelle, perempuan agak kekanak-kanakan yang selalu butuh cermin. Estelle berkata: "aku takut tanpa cermin, aku tak bisa memastikan aku ada atau tidak." Perempuan narsis itu wafat oleh radang paru-paru.
Neraka bagi Sartre adalah rajam objektivikasi antara ketiga orang itu. Garcin, Inez, dan Estelle saling merundung satu sama lain. Memang di hadapan mata orang lain, batin kita seolah ditelanjangi. Tampaknya ini dipengaruhi kejatuhan masa kanak Sartre, saat ia diejek mirip kodok oleh kakeknya dan sang ibu kembali menikah sehingga Sartre tak lagi jadi poros perhatian ibunya. Di hadapan orang lain yang matanya bahkan tak menyelidik, subtitusi bekerja, menukar posisi Sartre menjadi objek dari pertemuan konkret dengan yang lain.
Setelah lelah dirisak Inez dan Estelle, Garcin meronta supaya dilepaskan dari kamar terkutuk itu. "Buka. Buka, laknat. Aku rela menerima segala-galanya, jepit panas, timah lebur, semua alatmu–segala yang membakar dan merobek. Aku sedia menerima siksaan yang kau berikan. Apa saja, apa saja lebih baik dari derita batin ini. Keperihan yang menyelinap, yang menggigit, dan menggerayangi, mengusap-usap, yang menikam tapi tak pernah cukup dalam (ia mengguncang-guncang pintu). Buka!" Garcin lalu menyadari, neraka fisik lebih baik daripada neraka batin. "Orang lain adalah neraka," ia berkata, matanya mantap memahaki teka-teki kamar itu.
Heidegger: Dari Ada Menuju Kematian
Dasein berada-di-dalam-dunia, yang berbeda dengan pernyataan air ‘di dalam’ gelas atau punting ‘di dalam’ asbak. Berada-di-dalam-dunia artinya menjadi bagian dari dunia artinya mendunia. Bahkan berada-di-dalam-dunia merupakan nama lain dari Dasein. Akhir dari berada-di-dalam-dunia, adalah kematian. Bahasa Indonesia punya padanan menarik dari akhir Dasein ini: meninggal dunia.
Beberapa hal yang dapat ditemui dalam dunia Dasein: alat-alat, benda non-alat, dan orang lain. Alat-alat merupakan benda yang punya fungsi atau diperuntukkan buat sesuatu. Sikap terhadap alat ialah memanipulasi atau memperalat. Dalam hal ini, terdapat aroma humanisme, di mana Heidegger berkata memperalat manusia merupakan sesuatu yang tak tepat karena manusia direduksi menjadi alat bagi manusia lain. Seperti budak. Selain alat-alat, terdapat non-alat, benda yang tak punya nilai fungsional tertentu. Selain itu, dunia Dasein juga terdapat orang lain atau disebut Mit Dasein, orang-orang lain.
Dalam keseharian atau rutinitas, Dasein bisa terbenam dan tenggelam sehingga jauh dari cara mengada manusia yang sejati. Sebab manusia dalam keseharian tak mengenal dirinya sendiri, dan justru menyembunyikan dirinya yang sejati. Saat itulah, Dasein menjadi das Man, atau sesuatu yang kerap kita ujar sebagai “orang”.
Ketika Dasein menjadi das Man, keunikan dan kekhasan pun lenyap, sebab orang-orang cenderung mengikuti trend, fesyen, dan terbenam dalam kerumunan massa. Tapi di sisi lain, Dasein juga tak bisa dilepaskan dalam keseharian tersebut. Inilah yang mencemaskan dan paradoks: Dasein ingin mengenal Ada-nya, tapi di sisi lain Dasein mesti berkubang dalam keseharian yang mengasingkan Ada-nya.
Apabila das Man menjelma das Man, maka ia jadi anonim. Contohnya soal kawin. Das Man akan kawin karena tekanan keluarga atau ikut tren sosial atau karena cemburu dengan teman-teman dekat yang sudah menikah lebih dulu. Sedangkan das Sein, memilih kawin karena keputusan pribadinya yang dilalui lewat proses permenungan, proses memahami apa yang penting bagi masa depannya. Dalam proses yang mencemaskan itulah, keputusan eksistensial lahir.
Das Sein hidup dan memerankan drama eksistensial: das Sein tak tahu dari mana ia berasal, akan ke mana ia nanti, dan mengapa ia ada. Ketiga hal itu lalu mengusik sebagai kecemasan. Ketiga pertanyaan itu lalu menjadi akar dari krisis eksistensial kita. Kiwari, kita tahu itu sebagai quarter life crisis, yang sesungguhnya merupakan panggilan untuk memahami keterlemparan manusia di muka bumi. Das Sein lantas bertanya: untuk apa aku harus hidup? Mau jadi apa nanti? Kenapa aku harus tetap hidup? Dan seterusnya dan seterusnya.
Filsafat Islam: Klasik ke Kontemporer
Dalam trayektori keilmuan Islam, filsafat muncul belakangan. Gairah intelektual awal Islam dimeriahkan oleh Syafii, Malik, Hambali, dan Hanafi. Mereka merupakan rujukan utama mazhab salaf (aliran klasik). Diikuti dengan perkembangan saintifik di bidang kimia oleh Ibn Hayyan dan matematika oleh Al-Khawarizmi. Filsafat muncul setelah diterjemahkannya teks Yunani oleh al-Kindi hingga melahirkan buku filsafat Islam pertama.
Sayangnya, saat itu Arab-Islam memendam kecurigaan terselubung terhadap ilmu yang tak berasal dari tradisi asli Islam. Seolah segala di luar Quran, Sunnah, dan Hadith tidak bisa diterima sebagai kebenaran. Karena itu, keberanian al-Kindi mengimportasi filsafat ke dunia Islam menyebabkan ia dipecat dari istana kerajaan. Filsafat saat itu bagai subversif di hadapan status quo kerajaan Islam.
Dalam bukunya, al-Kindi menyatakan pembelaan pada filsafat: "Kita semestinya tidak perlu merasa malu untuk menerima kebenaran dari mana pun ia berasal…." Al-Kindi barangkali pengin bilang, bahwa kebenaran tak punya KTP, tak mengenal tanah kelahiran, tak berjenis kelamin, dan bukan kepemilikan eksklusif satu identitas semata, karena apabila demikian maka kebenaran tidaklah bersifat universal.
Dimensi Kesejarahaan Quran
Tentang perubahan Quran dari ingatan ke catatan, tabu yang meliputinya, dan sisi historis-sosiologis di belakangnya.
Adonis dan Kritik Arab-Islam
Krisis Arab-Islam 1967 menyisakan kekecewaan politik yang berdampak pada polemic kebudayaan. Adonis mengajak masyarakat Arab merenungi paradigma tradisional yang selalu menatap ke belakang, seraya menolak kemajuan yang tak sesuai kehendak tradisi. Filsuf cum penyair itu mendeklarasikan pembunuhan pada tuhan dalam syairnya: “tuhan telah mati, tuhan yang turun dari tengkorak langit … siapa tahu, dari kedalamku, muncul seorang tuhan.”
Cak Nur & Kontekstualisasi Doktrin Islam
Cak Nur mengajak kita menggeledah doktrin agama yang tumbuh subur selama berabad-abad: tentang transisi sunnah ke hadith, kodifikasi fiqh, & kemunculan taklid yang mengunci pintu kreatifitas intelektual dalam berijtihad. Dalam soal kebahagiaan & kesengsaraan, Cak Nur meminjam kaca mata Ibn Rusyd untuk memahami mitos surga-neraka.
Filsafat Keindahan: Dari Mimesis sampai Neuroestetika
Barulah pada abad ke-18 pengertian itu berubah menjadi sebagaimana yang lazim kita gunakan hari ini untuk merujuk pada keindahan. Pionirnya adalah Alexander Baumgarten. Estetika merupakan bagian dari segitiga realitas: kebaikan (bonum), kebenaran (verum), dan keindahan (pulchrum).
Pada zaman modern itu estetika tak lagi terjebak dalam perkara-perkara rasionalitas, bahwa seni dan keindahan selalu berkorelasi dengan rasio. Muncullah istilah je ne se quoi pada abad ke-17, yang artinya "aku tak tahu apa". Terminologi itu merujuk pada pemahaman pada seni yang kerap membuat lidah kelu tak berkata-kata. Kita bisa merasakan sensasi keindahan memang ketika mencerap karya seni, tapi penjelasan akan keindahan itu selalu terbentur oleh keterbatasan bahasa.
Periode selanjutnya melahirkan istilah kekhasan wahana (medium specifity), yakni pada abad ke-19 akhir. Paham itu dipopulerkan oleh gerakan formalis yang menyatakan bahwa keindahan berada pada tataran formal bukan isi. Yang membuat lukisan indah bukanlah objek lukisan melainkan permainan warna dan coraknya. Begitu pula musik tak indah karena konten musiknya melainkan karena komposisi nada di yang merangkainya.
Pemikiran formalisme dimungkinkan oleh seruan seni untuk seni atau l'art pour l'art pada permulaan abad ke-19. Digaungkan Theophile Gautier, bahwa keindahan bersifat asing dari kegunaan sebagaimana yang diidealkan para estetikawan klasik seperti Plato, Cicero, dan lain-lain. Muncullah mazhab estetisisme yang menyatakan bahwa seni harus dimurnikan dari segala unsur eksternal, sebab keindahan sudah berada dalam internal karya seni. Estetisisme inilah yang memungkinkan kekhasan wahana.
Abad 20 ditandai dengan para pendobrak yang menerabas batas-batas gerakan formalisme. Mereka disebut para avant garde, garda depan yang memutus mata rantai paham estetika lama lantas membawanya ke wacana kebaruan. Kita bisa melihatnya dalam karya urinoir Marcel Duchamp atau resital piano 3.44 John Cage. Mereka tak lagi mengejar keindahan pada umumnya, bahkan kekagetan yang menghentak kesadaran bisa disebut indah. Keganjilan yang dilihat pada kakus yang dipajang Duchamp dan konser piano tanpa nada bisa dinilai indah karena ia memperluas perspektif seseorang akan keindahan. Cage berkata, bahkan terdapat musik dalam ketiadaan nada, dalam jeda, suara jarum arloji, kebisuan teater, dan kresek kertas notasi di atas piano selama tiga menit empat puluh detik
Teka-Teki Wajah Levinas
Dalam perjumpaan langsung dengan wajah Liyan, Aku lalu tersedot untuk bertanggung jawab, sebab terdapat himbauan dalam wajahnya yang mutlak, wajah Liyan seakan berkata, "jangan bunuh aku." Himbauan mutlak itu merupakan perlawanan dari yang tak bisa melawan, dari Liyan yang ketidakberdayaannya begitu agresif di mata sang Aku.
Dalam perjumpaan semacam itu, yang disebut momen etis oleh Levinas, terjadilah substitusi, yakni pertukaran posisi antara Aku dan Liyan. Aku yang mulanya subjek lantas menjadi objek dari sang Liyan yang menjelma sebagai subjek. Wajah sang liyan kini tampil sebagai nir-kekerasan; alih-alih menyerang kebebasan sang Aku, sang Liyan justru mengundang sang Aku untuk bertanggung jawab kepadanya.
Etika Levinas memang lain. Derrida sendiri mengatakan etikanya sebagai etika dari etika (ethic of ethics). Etika Levinas tak sama dengan aturan emas yang menjamur dalam filsafat barat, "perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan." Etika Levinas justru menempatkan subjek sebagai sub-jektum: sang Aku yang berada di bawah beban alam semesta, seolah sang Aku bertanggung jawab atas segalanya. Dengan demikian, sang Aku sudah terdesentralisasi.
Etika Levinas menempatkan perjumpaan satu lawan satu sebagai unit dasarnya. Namun kita kemudian bertanya: bagaimana dengan orang lain di luar perjumpaan hadap-hadapan itu? Apakah sang Aku tak bertanggung jawab kepada orang lain itu? Apakah etika Levinas tak bisa diaplikasikan untuk kepentingan keadilan sosial?
Levinas menjawabnya: keprihatinan kita akan "pihak ketiga" sudah direpresentasikan oleh keprihatinan kita kepada wajah orang lain. Inilah pondasi dari fraternitas manusia kata Levinas. Sikap tanggung jawab kita pada pihak lain yang hadir dalam wajah orang lain di hadapanku pun mesti diejawantahkan dalam institusi politik dan kebijakan negara. Meskipun begitu, ia akan menimbulkan masalah baru: bagaimana mempertahankan "yang etis" dalam "yang politis"? Sebab yang politis senantiasa mengkuantifikasi tiap individu sebagai angka (dalam demokrasi misalnya), menggeneralisirnya sebagai "rakyat", dan mengumumkan masing-masing opini individu sebagai "opini publik". Tantangan atas etika Levinas yang teramat mikro ini belum bisa dijawab dengan memuaskan.
Evolusi Kreatif: Makanan, Seks, dan Agama
Penemuan Lucy sebagai bukti nenek moyang bersama (last common ancestor) dengan hominid lain mengakhiri perdebatan soal mana yang lebih dulu: bipedalisme atau perkembangan otak. Nenek moyang kita pertama-tama mulai berjalan dengan dua kaki terlebih dahulu (bipedalisme) sebelum otaknya berkembang sampai sekarang. Hipotesis ini diamati dari konstruksi arkeologis Lucy yang terlihat sudah bisa berdiri di atas dua kaki tapi volume otaknya tidak sebesar kera jenis lain. Lucy kemudian dinamai dari judul lagu Beatles, Lucy in the Sky of Diamond.
Otak mulai berkembang ketika nenek moyang kita mulai menggunakan batu sebagai senjata berburu meski diintai risiko di mana predator bisa mendengar mereka mengasah batu dan melahapnya di tempat. Lewat analisa neurosaintifik, diketahui bahwa membuat perkakas atau peralatan membantu mengembangkan bagian otak yang disebut supramarginal gyrus di lobus parietal (bagian tengah otak). Perkembangan ini juga berlaku buat orang yang mengamati orang lain menciptakan peralatan. Menariknya, bagian otak yang sama juga bertanggungjawab atas kemampuan berbahasa manusia. Dengan demikian, kemampuan menciptakan peralatan turut mempengaruhi kemampuan manusia mengembangkan simbol-simbol sebagai medium komunikasi (homo semioticus).
Absurdisme, Sisifus, dan Camus
Absurdisme, sebagaimana yang bisa saya tangkap, ialah keinginan manusia untuk menghendaki adanya makna untuk dunia ini yang kehendak itu hanya akan terbentur oleh kesia-siaan sebab makna yang dituju itu ternyata tak ada. Tidak ada makna di dunia ini. Kalaupun ada, satu-satunya makna adalah ketiadaan makna itu sendiri.
Camus lalu mengajak kita menengok Sisifus, manusia yang dikutuk untuk mendorong batu ke pucuk bukit hanya untuk melihat batu itu tergelincir ke kaki bukit dan Sisifus harus mendorongnya lagi hanya untuk melihat peristiwa yang sama terjadi berulang kali. Ataukah kita Sisifus itu? Yang hidup dari 24 jam ke 24 jam yang berbeda, yang bekerja dari Senin ke Senin yang lain, yang mengulangi April demi April, pergantian kalender, tumbangnya waktu di luar jendela, sebagai rutinitas? Hidup untuk mati, makan untuk berak, bangun untuk tidur, dan seluruh siklus yang tak terputus itu berselirat-kelindan sebagai gumpalan benang berwarna merah
Limitless: Belajar Cara Belajar
Resep pertama dan paling terutama untuk belajar adalah percaya kalau kita bisa belajar dengan baik. Keyakinan pada diri sendiri adalah hal paling penting. Setelah itu, kita perlu menyadari musuh-musuh di era digital: air bah informasi, distraksi digital, dan potensi demensia. Jim Kwik menawarkan model “limitless” yang terdiri dari tiga: mindset, motivasi, dan metode. Ia membawa kita menjelajahi dunia kemungkinan di mana kita bisa berjumpa dengan diri kita dalam versi yang tak terbatas; diri kita yang telah kenalan dengan tujuan kita, telah mengenal apa yang sekiranya bermakna dalam hidup, yang tahu menstimulus motivasi dan energi secara independen, dan telah memahami rahasia fokus, kekuatan ingatan, dan metode belajar menyenangkan.
Niat Baik dan Gagasan Buruk di Amerika
Kenapa niat baik saja tidak cukup? Grek Lukianoff dan Jonathan Haidt lalu menelusuri bagaimana peran niat baik tapi gagasan buruk bisa berdampak begitu signifikan terhadap generasi Amerika? Tiga gagasan buruk tersebut ialah: apa yang tak bisa membunuhmu akan menjadikanmu lemah, percayai perasaanmu, dan dunia hanya pertikaian antara orang baik dan orang jahat. Gagasan tersebut berkontribusi akan polarisasi politik identitas, gaya parenting yang paranoid, dan "cancel culture" yang ironisnya menjamur di wilayah kampus.
Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya
Mengapa Negara Gagal
Acemoglu dan Robinson mengajak kita untuk menggeledah kembali asumsi-asumsi tentang kenapa negara bisa maju dan kenapa bisa runtuh. Ia mempertanyakan keterbelahan nasib Korea, kausalitas etika Protestan Max Weber, faktor kepemimpinan, dan membuka mata kita betapa pengambilan keputusan di saat-saat genting bisa mempengaruhi alur sejarah Eropa untuk beberapa ratus tahun yang akan datang.